Pengadilan Banding Swedia Batalkan Larangan Siswi Berjilbab
Stockholm (SI Online) – Pengadilan Banding Swedia memutuskan membatalkan larangan menggunakan jilbab bagi siswi di sekolah di kota Skurup dan Staffanstorp.
Keputusan ini menguatkan keputusan sebelumnya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, yang menekankan bahwa larangan tersebut bertentangan dengan hukum Swedia dan hukum internasional.
“Diizinkan untuk mempraktikkan atau menunjukkan agama seseorang adalah sesuatu yang dilindungi oleh Instrumen Pemerintah dan Konvensi Eropa,” kata Presiden Pengadilan Banding, Dag Stegeland.
Menurut undang-undang, menutupi kepala atau rambut seseorang dapat dimotivasi oleh keyakinan agama dan dipandang sebagai bagian dari praktik keagamaan individu atau sebagai ekspresi kebebasan berekspresi individu.
Stegeland, seperti dilansir Sputnik pada Kamis (24/6/2021), mengatakan perlindungan kebebasan beragama dalam Instrumen Pemerintahan adalah mutlak.
“Fakta bahwa Undang-Undang Pendidikan menyatakan bahwa pendidikan sekolah harus non-denominasi adalah tentang pengajaran, bukan pakaian apa yang boleh Anda kenakan. Membatasi kebebasan beragama seperti yang dilakukan oleh kotamadya tidak memiliki dukungan konstitusional dalam hukum Swedia,” ujarnya.
Pada 2019 lalu, Staffanstorp memperkenalkan “toleransi nol” untuk pakaian Islami untuk anak kecil sebagai bagian dari rencana integrasinya. Larangan itu dirancang untuk memastikan bahwa hanya kesetaraan dan nilai-nilai Swedia yang diterapkan.
Selanjutnya, Partai Moderat liberal-konservatif, Demokrat Swedia nasional-konservatif dan Partai Skurup bekerja sama untuk meloloskan larangan jilbab di kota Skurup dan sekolah dan prasekolah kotamadya sekitarnya.
Larangan tersebut melibatkan jilbab, burqa, niqab dan pakaian lainnya yang bertujuan untuk menutupi wajah, dan berlaku untuk siswa dan staf.
Kedua larangan tersebut memicu perdebatan panas di media. Sementara politisi liberal dan berhaluan kiri dan pembuat opini dengan keras mengutuk larangan yang mereka pandang sebagai penindasan dan pelanggaran kebebasan beragama dan hak-hak perempuan.
Para pendukung larangan tersebut mengatakan bahwa mereka menjunjung tinggi tradisi sekuler dan menyerang penindasan agama terhadap perempuan, yang tidak tidak termasuk dalam feminis Swedia.
Jumlah Muslim di Swedia sendiri telah melonjak dalam beberapa dekade terakhir, dari beberapa ratus pada 1950-an menjadi lebih dari 800 ribu di negara berpenduduk lebih dari 10 juta saat ini. [sindonews.com]