Pengakuan Negara Palestina Jangan Alihkan Fokus dari Penghentian Genosida di Gaza

“Antisemitisme dan diskriminasi terhadap Yahudi sebagai Yahudi itu menjijikkan,” kata Albanese dalam wawancara Desember lalu. “Tapi saya sama sekali tidak peduli siapa yang memimpin Israel – Yahudi, Muslim, Kristen, atau ateis… Yang saya mau hanyalah Israel bertindak sesuai hukum internasional.”
Albanese menyebut perpecahan global yang kian melebar terkait tindakan Israel di Gaza sebagai “perjuangan terakhir” dan pertarungan antara “cahaya dan kegelapan”. Ia menilai sanksi AS terhadapnya bukan tanda kekuatan, “melainkan rasa bersalah”.
“AS adalah negara penuh kontradiksi, sarat dengan cita-cita dan prinsip, namun tetap merencanakan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi,” katanya. “Mereka yang berkuasa – baik Demokrat maupun Republik – selalu dipandu oleh logika supremasi terhadap pihak lain, dan strategi ini secara terbuka mengkhianati nilai demokrasi dan kebebasan fundamental AS.”
Ia juga mengkritik Sekjen PBB António Guterres karena gagal lebih tegas mengutuk “pelanggaran luar biasa” terhadap hak istimewa dan kekebalan yang secara tradisional diberikan kepada perwakilan PBB.
Albanese menyebut pertemuan Hague Group – konferensi 30 negara di Kolombia untuk menyusun langkah praktis agar negara anggota PBB menekan Israel mengakhiri pendudukan – sebagai “kekuatan moral dalam sistem” yang bertumpu pada penghormatan hukum internasional dan multilateralisme, yang menurutnya adalah syarat dasar bagi komunitas internasional yang berfungsi.
Menurutnya, PBB sedang berada di “momen krisis eksistensial” dan harus memutus mentalitas blok veto, menempatkan penekanan pada Majelis Umum, dan menghormati 193 negara anggota yang semuanya punya suara.
Perang 21 bulan Israel di Gaza, katanya, telah memicu “pergeseran besar” pandangan dunia soal konflik tersebut, sekaligus “represi brutal”.
“Kita melihat jutaan orang turun ke jalan menuntut diakhirinya genosida, namun mereka dipukuli, ditangkap, dan dituduh terorisme, sementara mereka yang dicari ICC atas tuduhan kejahatan perang justru disambut dan diizinkan terbang melintasi wilayah udara Eropa dan Barat,” ujarnya. “Ini konyol. Ini akhir dari supremasi hukum.”
Ia menambahkan bahwa hukum internasional “bukan ramalan… melainkan alat untuk memperbaiki keadaan. Faktanya, ketika digunakan di pengadilan, biasanya dimenangkan.”
Meski demikian, ia optimistis wacana global tentang tindakan Israel kini berubah. “Satu generasi baru sekarang berbicara dalam bahasa hak asasi manusia,” katanya. “Bagi saya, ini sudah merupakan keberhasilan.”
Jurang yang semakin lebar antara para penguasa dan jutaan orang yang turun ke jalan mendukung Palestina menjadi salah satu alasan laporan terbarunya fokus pada perusahaan global yang ia sebut “meraup untung dari genosida”.