Pengakuan Palestina: Cara Para Pemimpin Barat ‘Jaga Muka’?
Meskipun merupakan keputusan bersejarah, pengakuan Palestina oleh negara-negara Barat harus dibarengi dengan langkah nyata, kata para analis.

“Asalkan tidak dibarengi dengan langkah konkret seperti sanksi, embargo senjata, dan penerapan zona larangan terbang di Palestina yang diduduki dengan dukungan komunitas internasional, saya tetap pesimis,” kata Chris Osieck, peneliti independen yang pernah berkontribusi dalam investigasi Forensic Architecture dan Bellingcat tentang Palestina dan Israel.
Mohamad Elmasry, profesor di Doha Institute for Graduate Studies, menambahkan bahwa langkah ini pada dasarnya bersifat performatif.
“Mereka menghadapi tekanan yang semakin besar, baik dari komunitas internasional maupun dari masyarakat domestik mereka sendiri, untuk melakukan sesuatu,” katanya.
“Ini cara mereka untuk terlihat berbuat sesuatu, atau setidaknya bisa mengklaim sudah bertindak, meskipun tanpa langkah substantif.”
Pengakuan dan dampaknya
Meski demikian, pengakuan tetap memberi konsekuensi: ketiga negara tersebut kini bisa menjalin perjanjian resmi dengan pemerintah Palestina dan menunjuk duta besar penuh.
Inggris, misalnya, akan mengakui Husam Zomlot sebagai duta besar Palestina di London.
Dalam pernyataannya, Zomlot mengatakan bahwa pengakuan ini adalah “akhir dari penyangkalan Inggris terhadap hak tak terpisahkan rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, merdeka, dan berdaulat di tanah air kami”.
“Ini adalah langkah tak terbalik menuju keadilan, perdamaian, dan koreksi atas kesalahan sejarah, termasuk warisan kolonial Inggris, Deklarasi Balfour, dan perannya dalam pengusiran rakyat Palestina.”
Namun, pengakuan ini tidak serta-merta memberi Palestina keanggotaan penuh di PBB.
“Palestina masih berstatus ‘negara pengamat non-anggota’. Untuk menjadi anggota penuh membutuhkan rekomendasi Dewan Keamanan PBB—sesuatu yang hampir mustahil mengingat hak veto AS,” jelas Abu Rass.
Tekanan internasional dan ‘menjaga muka’
Tekanan internasional terhadap Israel untuk menghentikan perang semakin besar, terutama dari Eropa. Kampanye boikot makin menguat, bahkan ada kemungkinan Israel dikeluarkan dari Eurovision dan kompetisi olahraga internasional. Uni Eropa juga sedang mempertimbangkan tarif tambahan terhadap barang Israel dan sanksi terhadap sejumlah pejabat Israel.
Meski pengakuan tidak langsung mengubah aksi Israel di Gaza, para analis menilai hal ini bisa menjadi sinyal kesiapan negara-negara Barat untuk mengambil langkah nyata—seperti embargo senjata dua arah.