Penghinaan terhadap Islam Pasti Akan Berakhir
Lagi, Islam dihina. Agama yang telah ditakdirkan Sang Khalik sebagai pemenang atas agama lain, hari ini justru terhina. Insiden pembakaran Al-Qur’an di Swedia dan berlanjut ke Norwegia merupakan salah satu peristiwa penghinaan atas Islam yang mulia.
Adalah Rasmus Paludan, pemimpin partai Stram Kurs Denmark, politikus anti Islam, mengecam pihak keamanan Swedia yang melarang pembakaran Al-Qur’an sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi. Sebelumnya, Paludan sendiri yang akan membakar Al-Qur’an di Malmo, Swedia. Namun otoritas Swedia melarangnya memasuki Swedia selama dua tahun.
Demo anti Islam tetap berlangsung, dipimpin oleh artis Swedia yang anti Islam. Al-Qur’an dibakar, dirobek, dan diludahi oleh salah seorang demonstran. Kerusuhan pun tak terelakkan antara pendukung aksi dan yang menolak aksi pembakaran.
Aksi pelecehan Al-Qur’an merembet ke negara tetangga, Norwegia. Aksi perempuan dari kelompok Stop Islamization of Norway (SIAN), merobek dan meludahi salinan kitab suci Al-Qur’an. Semua dunia mengecam. PBB, OKI, pemerintah Turki mengutuk aksi rasis tersebut. Pemerintah Indonesia sampai memanggil duta besar Swedia dan Norwegia atas insiden pembakaran Al-Qur’an.
Di sisi lain, Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg menyebut aksi tersebut sebagai bagian dari kebebasan berbicara yang dijamin konstitusi.
Kebencian mereka terhadap Islam sebenarnya telah Allah sampaikan 1.400 tahun yang lalu. Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 120: “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah merasa puas/ridho kepada kalian hingga kalian mau mengikuti millah (ajaran agama) mereka.”
Dalam ayat yang lain Allah SWT sudah memberi peringatan pada kita. “Sungguh akan kalian dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang yang mempersekutukan Allah (musyrik).” (Al-Maidah: 82).
Berdasarkan dalil Al-Qur’an di atas, penghinaan terhadap Islam Pasti akan berakhir jika kita melakukan beberapa upaya berikut.
Pertama, tidak memberikan jalan bagi mereka untuk berkuasa. Kekuasaan yang mereka miliki saat ini ditempuh lewat jalan demokrasi. Demokrasi yang melegalkan naiknya pemimpin kafir atas kaum muslim. Padahal Allah sudah tidak memberikan jalan bagi orang kafir menguasai kaum muslimin.
Berpijak pada demokrasi pula mereka melakukan segala bentuk penistaan agama Islam berkedok kebebasan. Sebaliknya, ketika Islam bersuara justru disebut intoleran, radikal bahkan teroris.
Dengan demikian, membuang demokrasi dan menggantinya dengan syariat Islam, akan menghentikan hegemoni para musuh Islam. Sekaligus menghentikan penistaan agama.
Kedua, bersatu dalam ikatan akidah. Satu-satunya negara yang mampu menyatukan kaum muslimin dalam ikatan akidah, hanyalah khilafah. Sistem pemerintahan warisan Rasulullah ini menjamin pemeliharaan agama lewat penerapan syariat Islam kaffah.
Ketika Rasulullah Saw mendirikan Daulah Islam di Madinah. Kaum Yahudi diikat dengan perjanjian sehingga tak mengganggu umat muslim. Bani Nadhir dan Quraizhah bertempat tinggal di kebun dan benteng-benteng luar kota Madinah. Jaraknya sekitar 2 mil dari Madinah.
Suatu saat mereka berupaya hendak mencelakakan Rasulullah Saw. Sebuah batu besar hendak mereka jatuhkan ke kepala Rasulullah. Namun rencana mereka gagal. Mendengar rencana tersebut, Rasulullah Saw mengusir Bani Nadhir.
Bani Nadhir menolak bahkan mengancam menyerang kaum muslimin. Rasulullah kemudian membawa pasukan mengepung benteng Bani Nadhir. Melihat kedatangan Rasulullah dan kaum muslimin, mereka naik ke atas benteng dan melempari dengan panah dan bebatuan. Namun akhirnya mereka kalah dan terusir dari Madinah.
Hanya kekuatan sebuah negara yang mampu membungkam mulut busuk para pembenci Islam. Apa yang dilakukan Rasulullah, diadopsi pula oleh para Khalifah sesudah beliau.
Pada masa Sultan Abdul Hamid II (1876–1918) Prancis pernah merancang drama teater yang diambil dari karya Voltaire (seorang pemikir Eropa) yang menghina Nabi Rasulullah Muhammad. Drama itu berjudul “Muhammad dan kefanatikan”.
Mengetahui hal itu, Sultan melalui dutanya di Paris memerintahkan kepada pemerintah Perancis untuk menghentikan drama. Sultan juga mengingatkan akibat politik yang akan diterima Perancis jika tetap meneruskan pertunjukan drama. Perancis pun dengan serta merta membatalkan pertunjukan drama.
Sejarah telah menunjukkan fakta, musuh-musuh Islam termasuk Barat tak berani melecehkan Islam. Hal itu terjadi ketika Islam telah menjadi suatu kekuatan negara, yaitu Khilafah.
Saat ini, tidakkah kita ingin mengakhiri penistaan ini? Menjadi urgen untuk kita segera menyatukan langkah dan merapatkan barisan. Membangun kembali kehidupan Islam yang akan menjadi kekuatan bagi kita. Hingga musuh-musuh Islam tak mampu menghina lagi. Wallahu a’lam []
Mahrita Julia Hapsari
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)