Pengkhianat itu Para Koruptor dan Antek Asing, Bukan Mahasiswa!
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali melontarkan pernyataan yang menuai kritik. Hadir sebagai pembicara utama dalam acara Dinamika (Studi Perdana Memasuki Kampus) yang tahun ini mengambil tema Kebudayaan Indonesia.
Di depan mahasiswa PKN STAN, Menkeu menekankan agar semua yang telah lulus dan masuk sebagai mahasiswa di PKN STAN untuk tidak mengkhianati negara. Apalagi seluruh biaya selama menempuh pendidikan di PKN STAN akan dibiayai oleh negara. (cnnindonesia.com, 30/9/2019).
Dalam kkbi.we.id, arti khianat adalah perbuatan tidak setia; tipu daya; perbuatan yang bertentangan dengan janji. Sedangkan pengkhianat adalah orang yang khianat; orang yang tidak setia kepada negara atau teman sendiri. Jika kata pengkhianat ditujukan kepada mahasiswa, jelas pernyataan Menkeu tidak tepat.
Merujuk arti pengkhianat menurut kbbi.web.id, tidaklah tepat jika kata pengkhianat ditujukan kepada mahasiswa. Kata ini justru lebih tepat dialamatkan kepada para koruptor dan penguasa boneka antek asing. Merekalah yang jelas merampok aset dan kekayaan negeri ini lewat undang-undang beraroma kapitalisme liberalisme. Mereka juga yang memalak rakyat lewat berbagai pajak dan iuran BPJS yang mencekik. Sedangkan mahasiswa, mati-matian membayar sendiri atau mendapat beasiswa yang diperoleh dari uang rakyat, bukan uang negara.
Para pengkhianat ini tidak hentinya merugikan negara dan rakyat lewat berbagai kebijakan zalim yang membuat rakyat mengelus dada. Sedangkan mahasiswa yang duduk di bangku kuliah, tidak pernah membuat kebijakan yang membuat SDA negeri ini dirampas para kapitalis asing. Mahasiswa juga tidak mengaku-aku paling Pancasilais, tapi diam-diam menjual habis aset negara yang notabene milik rakyat.
Sentilan Tegas Bungkam Mahasiswa
Ya. Menilik pernyataan Menkeu, sejatinya menjadi sentilan tegas untuk mahasiswa. Sebuah peringatan, agar mahasiswa tidak mengkritik dan mengoreksi rezim penguasa. Pernyataan Menkeu menjadi bukti, bahwa gelombang aksi mahasiswa baru-baru ini, menjadi catatan dan perhatian penting bagi para pemangku kekuasaan. Tidak heran, jika rezim terus berupaya memberi tekanan bagi siapapun yang bersuara lantang di hadapan rezim. Tidak terkecuali para mahasiswa.
Padahal aksi mahasiswa merupakan respon dari kegagalan penguasa mengelola negeri. Di mana perekonomian semakin porak poranda, impor membanjir, utang menggila, penegak hukum semakin tumpul ke atas tajam ke bawah dan lahirnya berbagai undang-undang bermasalah. Sedangkan kritik dan koreksi yang disuarakan justru berhadapan dengan upaya pembungkaman.
Lontaran kata pengkhianat dari mulut Menkeu. Apatah lagi diikuti dengan berbagai upaya ancaman pembungkaman lewat DO dan sanksi kepada rektor. Jelas sikap tersebut tidak hanya melukai hati mahasiswa, tapi juga semakin menunjukan wajah rezim yang tiran.
Perlu dicatat dan diingat. Mahasiswa merupakan motor perubahan. Penggerak yang menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk bergerak menuju perubahan. Melihat kondisi negeri ini yang tidak baik-baik saja. Di mana segunung masalah membelit negeri. Jelas pergerakan mahasiswa ditujukan untuk mengajak masyarakat keluar dari seluruh problematika ini. Tentunya, diarahkan dan ditujukan ke arah yang lebih baik dengan diiringi berbagai ilmu, gagasan serta konsep yang mereka miliki.
Pergerakan mahasiswa semestinya menjadi sinyal baik. Mahasiswa telah siuman dari pingsannya dan menyadari bahwa di pundak merekalah terletak kebangkitan negeri dan bangsa ini. Sikap berdiam diri dan tidak peduli bukan lagi menjadi sikap mahasiswa hari ini. Sebaliknya mengambil peran penting di garda terdepan memimpin perubahan bagi masa depan negeri.
Karena itu peran penting yang diambil mahasiswa hari ini adalah terus tampil di depan menyuarakan kebenaran. Walau berbagai upaya pembungkaman terus menghadang. Tapi yakinlah bahwa sikap represif yang ditunjukkan oleh rezim, tidak akan pernah mampu membungkam suara lantang kebenaran dari mulut rakyat.