Penjara Overcapacity, Tepatkah Napi Disanksi Bui?
Ramai pemberitaan media lokal dan mancanegara, mengenai over kapasitas Lapas Kelas 1 Tangerang yang pada hari Rabu (8/9) mengalami kebakaran. Sebanyak 41 orang dilaporkan tewas dan 8 luka-luka. Menurut keterangan awal kepolisian, kebakaran disebabkan oleh arus listrik atau korsleting (pikiranrakyat.com).
Atas kejadian ini, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti kondisi penjara yang over kapasitas membuat mitigasi kebakaran menjadi sulit. Lapas Kelas 1 Tangerang dihuni oleh 2.087 warga binaan Pemasyarakatan. Kapasitas tersebut tentu sangat jauh dari kapasitas maksimum yang hanya diperuntukkan 600 narapidana. Belum lagi jumlah petugas pengawas yang juga sangat terbatas yakni hanya terdiri dari 13 orang.
Kondisi ini kemudian menuai keprihatinan dan menjadi renungan bagi penguasa. Sebab kasus over kapasitas lapas ini sebetulnya dikarnakan oleh sistem peradilan pidana Indonesia yang sangat bergantung dengan penggunaan pidana penjara sebagai hukuman utama. Padahal yang menjadi pokok permasalahan yang harus segera dicari solusi adalah bagaimana cara menekan angka kriminalitas agar segera turun?
Bila kita menilik secara mendalam sistem penerapan kapitalisme yang diterapkan telah gagal menekan angka kriminalitas. Pada dasarnya hampir disemua negara di dunia kini mengalami kenaikan kasus kriminalitas tak terkecuali Indonesia.
Dikutip dari katadata.co.id, World Population Review (WPR) melaporkan ada 10 negara yang memiliki tingkat kriminalitas tertinggi di dunia seperti Venezuela dengan indeks kejahatan 84,36, Papua New Guinea (80,04), Afrika Selatan (77,29), Afganistan (76,97), Honduras (76,65), Trinidad dan Tabago ( 72,43), Brazil (68,31), Guyana (68,15), dan Suriah (67,42). Fakta tersebut adalah sebagian data dari banyaknya kasus kriminalitas yang telah menggunung di seluruh dunia.
Akhirnya terlintas pertanyaan, bukankah negara telah menerapkan hukum sanksi bagi tindak kriminal? Namun mengapa masih saja sanksi yang ada tidak menekan kriminalitas yang terjadi?
Sistem kapitalisme yang berasas sekuler telah membuat jurang besar diantara si kaya dan si miskin. Negara dalam tatanan sistem kapitalisme bukan lagi bertugas untuk mengurusi urusan rakyatnya. Penguasa hanya bertugas menjadi regulator semata. Tak ayal perselingkuhan antara penguasa dan pemodal sering terjadi. Keduanya saling bertukar manfaat demi memuluskan kepentingan masing-masing. Tak heran penguasa sering memuluskan bisnis para pemodal seperti transaksi jual beli SDA yang memiskinkan rakyat secara sistemik.
Kemudian lowongan pekerjaan di zaman ini sangat minim didapat, ditambah lagi himpitan kebutuhan sehari-hari yang memaksa untuk segera dipenuhi. Gaya hidup hedon terkadang juga menjadi standar kebahagian hidup masyarakat kita sehingga memaksa individu untuk mencari keuntungan dengan jalan instan. Maka wajar bila kondisi terhimpit ini menimbulkan ketidaksejahteraan.
Dalam Islam, penegakan hukum sanksi akan dibarengi dengan penerapan sistem ekonomi Islam, sosial Islam, pendidikan Islam dan pemerintahan Islam sehingga nampak model masyarakat Islam yang sesungguhnya. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan penguasa akan memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Hal ini disebabkan SDA dan beberapa pos seperti kharaj dan fa’i menjadi sumber pendapatan negara demi kelangsungan kebutuhan rakyat. Sistem pendidikan Islam pun memberikan pemahaman akidah, pengetahuan sains dan skill kepada rakyat. Semua aspek sistem diterapkan dengan sistem Islam yang komprehensif mewujudkan kesejahteraan dan menekan angka kriminalitas.
Bilamana penerapan telah sempurna namun masih ada tindakan kejahatan maka negara akan menjatuhkan sanksi kepada si pelaku. Pemberian saksi akan diberikan oleh qadhi (hakim) sesuai kadar kejahatan. Bila pelaku melakukan kejahatan berkenaan pidana hudud maka akan dihukum sesuai dengan yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an, bila kejahatan si pelaku berkenaan dengan pidana qisas maka akan dihukum qisas sesuai dengan tindakan penganiayaan dari pelaku kepada korban.
Dan bila pelaku melakukan tindakan kejahatan berkenaan dengan pidana takzir yakni kejahatan yang tidak termasuk dalam hudud maka hukumannya akan ditentukan oleh ijtihad qadhi. Dalam perkara takzir inilah sanksi penjara dapat diberikan. Maka jelas bahwa tidak semua narapidana dalam hukum sanksi Islam akan diberikan sanksi bui namun sesuai dengan hukum Islam yang telah dijelaskan. Wallahu ‘alam.
Azrina Fauziah, Aktivis Dakwah.