NASIONAL

Pentingkan Tokoh PKI Ketimbang Islam, HNW Minta Kamus Manipulatif Sejarah Ditarik

Menurutnya, PKI dijelaskan dalam dua setengah halaman (halaman 177- 179), sedangkan PNI hanya satu halaman lebih sedikit (halaman 179-180). Bahkan, NU juga hanya dijelaskan dalam satu halaman lebih sedikit (halaman 157-158), sedangkan Muhammadiyah hanya setengah halaman (halaman 55) dan begitu pula Partai Masyumi yang melalui pimpinannya M Natsir, berhasil kembalikan RIS menjadi NKRI juga hanya disebutkan setengah halaman.

“Ini sangat tendensius, tidak masuk akal dan jadi informasi sejarah yang sesat kalau peran PKI yang dua kali memberontak terhadap pemerintah Indonesia yang sah, dan kemudian oleh MPR dan Hukum di Indonesia dinyatakan sebagai Partai Terlarang dan dibubarkan, oleh penyusun Kamus Sejarah Indonesia ini malah dianggap lebih besar dan lebih penting sehingga diberikan ruang penjelasan yang sangat besar, dari pada peran PNI, atau Partai Masyumi yang selamatkan NKRI, juga sangat ahistoris kalau PKI lebih berjasa bagi Indonesia ketimbang ormas-ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah yang sangat jelas jasa dan kiprah positif dan konstruktifnya untuk Indonesia,” tukasnya.

Dengan demikian, Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, memang sudah seharusnya Dirjen Kebudayaan Kemendikbud selaku pengarah dari penyusunan kamus tersebut untuk mengklarifikasi secara benar terkait hadirnya buku Kamus Sejarah Indonesia yang beredar itu. Dan harusnya segera merevisi dan merombak total secara benar.

“Tapi karena dampak negatifnya yang sudah menyebar luas, klarifikasi Dirjen Kebudayaan Kemendikbud seharusnya tidak hanya mengenai tidak dicantumkannya KH Hasyim Asy’ari, juga mengenai tidak dicantumkannya KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, M Natsir dan Tokoh-Tokoh Bangsa dari Kalangan Umat Islam lainnya, tetapi juga mengapa justru Kamus Sejarah Indonesia tersebut malah lebih mementingkan menyebut PKI dan banyak tokoh-tokoh PKI, Partai terlarang itu,” ujarnya.

Lebih lanjut, HNW mengingatkan kembali slogan Jas Hijau, ‘Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama’ yang sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan, bersama dengan slogan Jas Merah, ‘Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’ yang dipopulerkan oleh Ir Soekarno.

“Peristiwa ini semakin menunjukan bahwa selain Jas Merah, bangsa ini juga harus terus mengingat Jas Hijau, agar adil terhadap sejarah, agar kita tidak mengajarkan dan mewariskan arah dan kamus sejarah yang sesat,” pungkas HNW.

red: adhila

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button