Pentingnya Memahami Adab Sebelum Ilmu
Seringkali kita melihat orang banyak ilmunya, tapi suka melecehkan orang lain. Padahal, adab lebih penting dari ilmu.
Salah satunya yang peristiwa yang viral di media sosial yang dilakukan seorang pendakwah sekaligus pemimpin Pondok Pesantren. Dalam video beredar candaan yang dilontarkannya yang dianggap oleh sebagian orang sebagai bentuk pelecehan terhadap seseorang. Peristiwa ini kemudian memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Sungguh miris, seorang pendakwah yang harusnya menjadi figur, malah memberikan contoh yang tak baik, mengindahkan adab-adab dalam berceramah. Apalagi kita diingatkan kembali pada salah satu pesan paling tebal yang sering diutarakan Prof Naquib Al-Attas (ilmuwan Muslim Indonesia yang pemikirannya memberikan kontribusi besar dalam pendidikan Islam) yakni terkait runtuhnya adab. Adab bukan hanya tentang etika atau kesopanan. Namun, adab adalah pengakuan akan tempat yang benar untuk segala sesuatu dalam kehidupan manusia.
Selain itu, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan, “Al-Adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinisikan adab sebagai menerapkan akhlak-akhlak mulia (Fathul Bari, 10/400). Para ulama salaf juga mengarahkan murid-murid mereka untuk mempelajari adab sebelum ilmu yang tinggi dan bab perselisihan pendapat.
Hal ini sejalan dengan ungkapan al-adab qabla al-‘ilmi, adab sebelum ilmu. Betapa pun tinggi ilmu seseorang, saat tidak dibungkus dengan adab yang tinggi dan baik, ilmunya tidak akan memancarkan kebaikan. Sebaliknya, membuatnya arogan, bahkan sesat lagi menyesatkan orang. Dan, benar, kita melihat sendiri semua hal tak pada tempatnya atau dapat dibilang tersesat dalam Islam, adab begitu penting.
Kita semua pasti sering mendengar sabda Nabi Saw, “Aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak.”
Syaikh Mutawally Sya’rawy pernah menasihati, “Sesungguhnya Islam adalah pemikiran dan akhlak mulia. Jika akhlak telah terpisah dari pemahaman, maka hilanglah Islam.”
Ibnu Sirin juga mendokumentasikan bagaimana generasi sahabat dididik Nabi, “Mereka dahulu mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu” (Al Jami li Akhlaq Ar Rawi).
Oleh karenanya, mari sama-sama kita intropeksi diri, jangan-jangan kita ikut andil dalam runtuhnya adab ini. Tanpa disadari terkadang kita begitu sibuk dengan urusan duniawi, hingga lupa akan pentingnya menjaga adab dalam setiap tindakan dan perkataan.
Kita perlu merenung sejenak dan bertanya pada diri sendiri, apakah kita tanpa sadar telah berperan dalam menyimpangkan pemahaman orang tentang agama ini?
Apakah sikap dan tindakan kita justru memberikan gambaran yang salah tentang Islam kepada orang lain?
Jangan sampai kita termasuk yang menzalimi agama dan membuat impresi seorang Muslim yang tidak baik bagi orang lain. Terlebih bila kita memiliki pengaruh di kalangan masyarakat seperti pemuka agama yang tentu menjadi role model dan berdampak pada citra umat Islam.
Selain intropeksi diri, sebelum mengamalkan sebuah perbuatan, pentinglah untuk memahami standar dari perbuatan.