Peran Ayah dan Ibu sebagai Pemimpin Keluarga Menurut Islam

Keluarga dalam Islam bukan sekadar tempat tinggal, melainkan sebuah lembaga kecil yang Allah percayakan sebagai pilar peradaban. Di balik dinding rumah, ayah dan ibu memegang amanah besar menjadi pemimpin bagi generasi yang akan datang.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa ayah dan ibu bukan hanya penanggung jawab kebutuhan materi, tetapi juga pemimpin ruhani, moral, dan intelektual. Ayah memimpin dengan ketegasan, keberanian, dan visi sementara ibu memimpin dengan kelembutan, kesabaran, dan kasih sayang. Dua peran ini saling melengkapi, ibarat matahari yang memberi cahaya dan bulan yang menenangkan malam.
Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan rumah tangga ideal sebagai sakinah, mawaddah, wa rahmah (QS. Ar-Rum: 21). Sakinah lahir dari kepemimpinan yang menenangkan, mawaddah tumbuh dari kasih sayang, dan rahmah hadir dari keteladanan dalam mendidik. Tanpa kepemimpinan yang adil dan penuh cinta, keluarga mudah rapuh diterpa badai zaman.
Namun, di era modern, konsep kepemimpinan keluarga sering kabur. Ayah sibuk di luar rumah hingga abai memberi arahan, ibu terjebak multitasking antara karier dan rumah hingga lelah, sementara anak-anak mencari figur pemimpin di layar gawai, bukan di rumahnya.
Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan keluarga bukan dominasi satu pihak atas yang lain, melainkan sinergi. Ayah dan ibu adalah dua sayap yang mengangkat keluarga menuju ridha Allah. Jika salah satu sayap patah, anak-anak pun akan kesulitan terbang menghadapi kehidupan.
Menjadi pemimpin keluarga berarti hadir, bukan sekadar memberi nafkah atau mengurus logistik rumah. Hadir dalam doa yang dipanjatkan bersama, dalam nasihat yang penuh hikmah, dalam teladan shalat berjamaah, dan dalam pelukan yang menguatkan di kala anak rapuh.
Pada akhirnya, kepemimpinan keluarga adalah ibadah. Setiap keputusan, setiap pengorbanan, bahkan setiap air mata yang jatuh demi anak akan dicatat sebagai amal. Dan kelak, ketika kita berdiri di hadapan Allah, kita akan ditanya bukan hanya tentang diri kita, tetapi juga tentang keluarga yang kita pimpin.
Maka, marilah kita renungkan sudahkah kita menjadi pemimpin keluarga yang menghadirkan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sebab anak-anak kita bukan hanya mewarisi nama, tetapi juga mewarisi arah yang kita tunjukkan dalam perjalanan hidup mereka. []
Fakhurrazi Al Kadrie S.H.I, M.Pd., Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Pontianak.