Peran Wanita bagi Peradaban
Pernah mendengar kisah tentang wanita-wanita yang banyak menyumbangkan kontribusinya untuk peradaban Islam? Seperti Siti Khadijah, Siti Aisyah, dan lainya.
Sebelum kita bahas lebih lanjut tentang peran wanita bagi peradaban, kita harus tau nih peran kita jika kelak menjadi seorang istri. “Kenapa harus dari seorang istri dulu?”
Ya enggak juga sih, yang namanya belajar itu kan gak harus nunggu kita dihalalin dulu *Hadeuhh
Sekarang juga bisa, dan itu diwujudkan ketika kita sudah berumah tangga. Karna revolusi peradaban itu dimulai dari institusi terkecilnya dulu, yaitu “Keluarga” .
So, belajarnya harus dari jauh-jauh hari ya gengs. Jangan sungkan juga belajar tentang hal ini walaupun kita masih remaja (Karna yang nulis ini juga masih remaja hihi xo )
Okee next,
Jadi peran utama seorang istri itu adalah :
(1). Ummu warobaytul bayt (Ibu dan pengatur rumah tangga)
(2). Ummu madrasatul ‘Ula (Pendidik utama)
(3). Ummu ajyal (Pencetak generasi unggul)
Kira-kira jika tanpa ilmu, bisa gak sih kita melaksanakan tiga peran utama itu?
”GAK BISA!!”..
Menjadi “Ummu warobaytul bayt” itu tidaklah mudah, meski setiap waktunya berganjar pahala, tetap saja hal itu butuh ilmu dan kesabaran dalam menjalaninya.
Jika kita tidak melaksanakan peran tersebut dengan benar, maka peran kita sebagai madrasatul ‘ula akan lemah dan lemahnya madrasatul ‘ula akan merusak peran kita sebagai ummu ajyal.
Nah jika ilmu kita sudah matang untuk menghadapi tiga peran utama tadi, maka bukan hal yang mustahil untuk kita bisa mengambil peran pada (revolusi) peradaban ini.
Tapi sayangnya, pada hari ini ada isme yang mempropagandakan kesetaraan gender pada perempuan, isme itu tidak lain adalah Feminisme. Dan jelas-jelas ini adalah suatu paham yang bertentangan dengan akidah Islam.
Paham ini menyerang wanita dari berbagai aspek kehidupan. Dari kehidupan sehari-hari, berpakaian, hubungan sosial, juga perekonomian. Dan perekonomian adalah aspek yang paling rentan, sehingga munculah mindset “bahwa bekerja (keluar) itu adalah sebuah eksistensi.”
Yang perlu diketahui adalah, islam tidak pernah melarang wanita bekerja (Keluar) tapi tetap ada syarat dan ketentuan yang berlaku dan mesti terpenuhi.
Karena muncul mindset bahwa bekerja (keluar) adalah eksistensi, maka peran wanita sebagai pendidik terenggut, Ini terbukti dari rusaknya moral-moral anak bangsa yang disebabkan oleh hilangnya peran madrasatul ‘Ula dalam keluarga. jika peran madrasatul ‘ula terenggut, maka peran kita sebagai ummu ajyal yaitu pencetak generasi unggul akan ikut terenggut juga.
Dan ironisnya, masalah pendidikan anak-anaknya, orangtua lebih mempercayakan seluruhnya pada sekolah yang sebagaimana kita tau sendiri bahwa sistem pendidikan di indonesia saat ini sekuler liberalisme.
Jadi feminisme itu bukan solusi, jika mereka berdalih bahwa apa yang dianutnya itu bertujuan untuk membebaskan wanita dari ketertindasan, bukankah islam yang lebih membebaskan wanita dari ketertindasan itu?
sebenarnya kesetaraan gender yang selalu digaungkan oleh feminisme itu merupakan kecacatan pemahaman karna telah menghilangkan eksistensi ketetapan Allah tentang fitrah. Jadi kita sepakat bahwa FEMINISME ITU BUKAN SOLUSI!!
Islam memberikan hak yang sama pada wanita, baik dalam hal pendidikan, bidang politik, dan sosial setara dengan lelaki (Tapi tetap dengan fitrahnya masing masing, lelaki sebagai pemimpin dan wanita sebagai pendidik),
“Hmm, iya gitu?”ya iya dongss, jika islam melarang wanita untuk ikut berkontribusi dalam setiap aspek,
maka Siti Aisyah gak bakalan ikut meriwayatkan banyak hadis.
Rasulullah gak bakalan minta saran pada istri-istrinya ketika ada yang terjadi pada umat, jika wanita gak punya hak untuk ikut andil dalam politik..
Kita mempunyai peran yang sangat besar, yaitu sebagai pendidik.
Tapi, bisakah peran sebagai pendidik itu terealisasi jika kita tidak berilmu? Oleh karena itulah terus belajar dan jangan malas.
Generasi-generasi selanjutmu membutuhkan seorang ibu yang menghadirkan segenap loyalitasnya untuk Allah, untuk agama Allah. Siap?
Kelak akan ada barisan yang diisi generasi-generasi terbaik yang selalu berpegang teguh pada ajaran Islam, memiliki akidah yang kuat, memiliki keteguhan, dan keimanan yang selalu menancap kuat pada dirinya. Akankah ibu dari generasi-generasi itu adalah kita ?
Bandung, 22 November 2018
Khaerunnisa Syofia
(Muslimah berusia 15 tahun)