Perbuatan Syirik Ahli Kitab
Maknanya adalah bahwa Dialah Tuhan Yang Esa yang bila Dia mengharamkan sesuatu apapun maka itulah yang haram dan apa saja yang Dia halalkan maka itulah yang halal. Dan apa saja yang Dia syariatkan itulah yang diikuti. Dan apa saja yang Dia putuskan hukumnya, itulah yang yang harus dijalankan. Mahasuci Allah dari segala sekutu, penolong, dan anak. Tidak ada tuhan kecuali Dia dan tidak ada rabb selain Dia.
Sekularisme Melestarikan Syirik Ahli Kitab
Beratus-ratus tahun para ahbar dan rahib menjadi rujukan kaum Yahudi dan Nasrani dalam menentukan yang halal dan yang haram. Dan kebiasaan itu terus berlangsung setelah gereja punya power menguasai pemerintahan di Eropa. Setelah terjadi konflik panjang antara para gerejawan dengan kaum intelektual dalam mengatur negara, maka disepakati faham baru, yakni sekularisme yang memisahkan gereja dari negara. Gereja tidak lagi menjadi rujukan hokum dan politik bagi masyarakat Barat. Gereja dipisahkan dari kehidupan politik dan seluruh urusan negara. Peranan gereja diambil parlemen sebagai lembaga wakil rakyat, dan tugas para petinggi gereja diganti oleh para wakil rakyat, baik anggota DPR maupun anggota Senat.
Dengan demikian keberadaan parlemen di Eropa yang mengambil alih kekuasaan gereja telah nyata-nyata mengambil “wewenang” gereja dalam menentukan hukum. Padahal para rahib dan ahbar dari kalangan ahli kitab itu tidak punya hak sama sekali dalam menentukan hukum kehidupan, halal dan haram. Wewenang itu hanya ada pada Allah SWT yang Esa. Allah SWT berfirman:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan dia pemberi keputusan yang paling baik.” (QS. Al An’am 57).
Oleh karena itu, sistem sekuler yang menetapkan para wakil rakyat berhak membuat aturan hidup, baik konstitusi maupun Undang-undang, yang telah mengambil wewenang gereja di Eropa, hakikatnya adalah mengambil hak Allah SWT dalam penetapkan hukum dan perundangan (haqqut tasyri’).
Dan bilamana dalam firman-Nya pada Surat At Taubah di atas tindakan menghalalkan yang diharamkan Allah (tahliilu maa harramallah) dan mengharamkan yang dihalalkan oleh Allah (tahriimu maa ahallallah), dengan kata lain membuat peraturan dan syariat sendiri yang bertentangan dengan syariat dan halal-haram yang telah ditentukan Allah adalah bentuk penyembahan kepada selain Allah, maka mengambil hak menentukan hokum dan undang-undang seperti yang dilakukan oleh system parlemen di Eropa hakikatnya juga adalah penyembahan kepada selain Allah. Dengan demikian system tersebut telah melestarikan perbuatan syirik Ahli Kitab yang dikecam di dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, sebagai orang yang benar di dalam keimanan dan tauhidnya, sudah seharusnya kaum muslimin mengoreksi sistem sekuler tersebut agar sesuai dengan syariat Allah SWT. Wallahua’lam! [MAK]