Perempuan Berdaya, Bangsa Sejahtera?
International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional dirayakan setiap 8 Maret. Pada 2019, “Balance for Better” menjadi tema yang diangkat. Tema “Balance for Better” dipilih sebagai tema Hari Perempuan Internasional pada 2019 ini karena belum terjadinya keseimbangan atau kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Khususnya dalam dunia kerja, gap pay atau beda gaji masih terjadi antara pria dan wanita, di mana wanita dibayar lebih rendah dari pria. (detik.com, Jumat 08 Maret 2019).
Perempuan selalu menjadi topik utama yang menarik untuk diperbincangkan. Salah satunya adalah perbincangan tentang pemberdayaan perempuan. Bagaimana tidak? Sosok perempuan kian hari kian dijadikan sebagai objek baru yang bisa dimanfaatkan. Perempuan dijadikan sebagai lumbung komersial, target baru produk kapitalis yang sangat menjanjikan. Tak heran jika klaim saat ini menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan adalah dengan bekerja. Menilik data di Indonesia, 7,5 juta perempuan Indonesia menjadi tulang punggung keluarga karena kemiskinan. Lebih dari 2,5 juta menjadi TKW meninggalkan keluarga mereka, padahal ancaman kekerasan bahkan pembunuhan berada di depan mata. (Republika.co.id, Senin 18 Maret 2019)
Kajian tentang pembahasan pemberdayaan perempuan tak kunjung usai, bahkan tak menemukan solusi hingga saat ini. Sebab, pembahasan perempuan begitu kompleks dan luas. Akibatnya, para kapital telah berhasil menjadikan perempuan sebagai salah satu aset terbaik untuk dijadikan agent promotion mereka. Sosok perempuan diberdayakan untuk memasarkan produk kapitalis. Tidak hanya itu, perempuan juga dipandang sebagai konsumen resmi untuk diperas. Hal ini telah membuktikan bahwa kapitalis seakan-akan menjadi sosok malaikat penolong bagi perempuan, membuatnya tak sadar, lalu memangsanya dengan brutal.
Balance for better adalah sebuah kampanye yang di propagandakan barat kepada negeri-negeri muslim di dunia termasuk Indonesia. Hal ini sudah sering didengungkan di telinga kaum hawa, termasuk pula jargon empowering woman yang dulu marak menjadi perbincangan. Arah kampanye ini adalah keinginan untuk melibatkan perempuan dalam menggerakkan roda perekonomian. Perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, selain mereka bisa mengurusi keluarga, mereka juga bisa bekerja di luar rumah menjadi wanita karir untuk membantu perekonomian keluarga.
Balance for better membius kalangan perempuan, bahkan mereka pun tergiur dengan tujuan dari kampanye ini. Ironinya, hampir seluruh perempuan negeri ini lebih memilih bekerja di luar rumah menjadi wanita karir. Misalnya saja, di parlemen, perkantoran, pabrik, kebanyakan para pekerjanya adalah perempuan daripada laki – laki. Sungguh, perempuan pun akhirnya tersulut untuk memilih menjadi wanita pekerja dengan alasan membantu perekonomian keluarga, padahal sistem telah membuat mereka disibukkan dengan pekerjaan, hingga waktu mereka lebih banyak di luar rumah.
Kesibukan di ranah pekerjaan membuat mereka lupa akan kewajibannya sebagai ibu dan istri yang mengurusi anak dan suami. Dari sini munculah masalah dalam rumah tangga, konflik suami dan istri hingga berkurangnya perhatian dan kasih sayang terhadap anak. Walhasil, berdampaklah pada permasalahan yang lain, seperti kenakalan remaja, generasi terseret arus pergaulan bebas, seks tanpa ikatan, narkoba dll.
Jelaslah sudah bahwa sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negera-negara muslim yang mengekor kepada Barat, adalah biang terjadinya kesengsaraan dan kemiskinan pada masyarakat, khususnya perempuan. Kesalahan utama kapitalis adalah dalam memandang apa yang menjadi persoalan menimpa perempuan, seperti penindasan, kekerasan rumah tangga, upah buruh wanita yang murah, pelecehan seksual, dll. Kelompok feminis pun melihat semua permasalahan perempuan muncul akibat dari paradigma patriarki, ketidaksetaraan, dan dominasi laki-laki. Inilah bukti pentingnya penerapan syariat Islam, untuk menyelesaikan persoalan manusia, baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Islam memiliki pandangan bahwa pemberdayaan perempuan adalah upaya pencerdasan muslimah hingga mampu berperan menyempurnakan seluruh kewajiban dari Allah SWT, baik di ranah domestik maupun publik, yaitu melaksanakan perannya sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga), sebagai mitra laki – laki demi melahirkan generasi cerdas, taqwa dan berkualitas, serta melakukan aktivitas perjuangan di masyarakat untuk meninggikan agama Allah. Sementara itu, kesuksesan wanita di sektor publik, ditandai dengan mampunya ia berperan menjadi bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar bagi kemajuan masyarakat. Bekerjasama dengan laki-laki untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera berdasarkan tatanan Islam.
Peran besar ibu dan kemuliaannya dapat diwujudkan apabila aturan-aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam naungan Daulah Khilafah. Saat ini, faktanya sistem khilafah belum diterapkan, sehingga peran perempuan dalam perjuangan penegakan khilafah menjadi penting dan wajib. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah:
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur; 24:55)
Oleh karena itu, perempuan seantero dunia harus berjuang untuk mengubah sistem kapitalis yang eksploitatif menjadi sistem Islam yang dapat menyejahterakan. Kini, jelas sudah bahwa Khilafah merupakan kebutuhan seluruh umat manusia, khususnya sebagai solusi untuk menyelesaikan problematika perempuan.
[Retnaning Putri, S.S]