SIRAH NABAWIYAH

Perjanjian Najran: Perjanjian antara Rasulullah Saw dan Uskup Agung Haritsah bin Alqamah

Al-Alusiy dalam Tafsir Ruhul Ma’aniy juga mengutip dari kitab Dalaail an-Nubuwwah, riwayat hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah Saw berkata kepada dua orang pimpinan delegasi yaitu Al-Aqib dan As-Sayyid, masuklah kalian Islam! Keduanya menjawab, kami telah masuk Islam. Kalian berdusta, kalian belum masuk Islam, kata Rasulullah Saw. Kalian sesungguhnya belum masuk Islam karena kalian masih menyembah salib, makan daging babi dan meyakini bahwa Allah mempunyai anak.

Di hadapan mereka, Rasulullah Saw membacakan ayat-ayat tentang kejadian Isa al-Masih dan bahwa Nabi Isa bukan Tuhan, bukan anak Tuhan dan bukan pula satu dari tiga Tuhan (Trinitas) (QS. Al Maidah ayat 72-73.).

Namun mereka enggan menerima dan mengakui penjelasan Rasulullah dan tetap menolak tawaran masuk Islam. Karena itu Rasulullah Saw mengajak dan menantang mereka bermubahalah.

Mubahalah adalah doa bersama antara masing-masing yang berbeda pendapat, memohon sungguh-sungguh kepada Allah agar pihak yang berdusta ditimpakan laknat oleh Allah. (QS. Ali Imran : 61).

Berkata salah seorang pimpinan delegasi kepada yang lain setelah mendengar penjelasan dari Rasulullah Saw:

Demi Allah, orang ini (Muhammad) benar seorang Nabi, jika kita menerima tawaran mubahalah dengannya, kita tidak pernah akan selamat dan keturunan kita sesudah ini akan punah, tidak tersisa di atas permukaaan bumi ini sehelai rambutpun atau seujung kukupun kecuali semuanya binasa. (Sirah Nabawiyah, Ar-Rahiiq al-Makhtuum, hal. 414).

Pada akhirnya setelah berembuk; delegasi datang kembali bertemu dengan Rasulullah pada pagi hari keempat dan mengajak berdamai serta bersedia membayar jizyah berupa 2000 perhiasan. Setiap perhiasan disertai 1 uqiyah perak seberat 119 gram. Masing-masing dari 1000 perhiasan dibayar pada setiap bulan Shafar dan 1000 perhiasan lainnya akan dibayar pada setiap bulan Rajab.

Mereka juga meminta kepada Rasulullah agar ditugaskan seorang sahabat yang bertindak mengurus semua urusan mereka. Rasulullah bersedia menerima perdamaian ini dan memenuhi permintaan mereka dengan mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah, amiinul ummah (orang kepercayaan umat) untuk mengurus jizyah harta tebusan perdamaian.

Isi perjanjian damai yg ditulis oleh Rasulullah diantaranya berkaitan dengan kebebasan mereka untuk memeluk agama Kristen, dan melindungi tempat peribadatan mereka, melindungi seluruh harta benda milik mereka serta hak-hak hidup mereka lainnya tanpa dikurangi sedikitpun.

Dalam perjanjian itu Rasulullah Aaw juga memberikan perlindungan khusus kepada Kardinal Haritsah bersama seluruh jajarannya para Uskup Najran, para rahib dan dukun peramal serta para penghuni biara dan jajarannya. Bahwa mereka tetap diberi kebebasan menjalan tugasnya masing-masing dan mendapatkan hak-haknya yang selama ini mereka terima tanpa dikurangi.

Setelah semuanya sepakat atas seluruh isi perjanjian damai ini, rombongan meninggalkan kota Madinah. Dan semenjak peristiwa itu, Islam pun menyebar di kalangan mereka bahkan diberitakan bahwa dua orang pimpinan delegasi Al-Aqib dan As-Sayyid sudah masuk Islam sepulangnya mereka dari Madinah.

Sementara Haritsah bin Alqamah Uskup Agung Najran, menurut penuturan Kuuz bin Alqamah saudaranya yang sudah masuk Islam., bahwa Kardinal Haritsah adalah seorang yang banyak menelaah kitab-kitab, Zabur, Perjanjian Lama (Taurat), Perjanjian Baru (Injil). Dia diangkat oleh Kerajaan Romawi sebagai Uskup Agung, pemimpin umat Kristen Najran.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button