Pers Nasional Itu Hanya 9 Februari Saja, Selebihnya Pers Jokowi
Bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2021, Presiden Jokowi meminta agar masyarakat aktif mengritik pemerintah. Termasuk mengritik Jokowi sendiri.
Kemudian, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung malah lebih menantang lagi. Dia juga berbicara terkait HPN. Kata Pramono, pemerintah memerlukan kritik pedas. Kritik tajam.
Tampaknya Jokowi “prihatin” melihat pers nasional yang utuh dan total menjilat kekuasaan. Kecuali segelintir.
Kalau dicermati berita-berita tentang permintaan kritik dalam beberapa hari belakangan ini, kita semua berbesar hati. Rasa-rasanya pers segera menikmati kebebasan mengkritik penguasa.
Tapi, bisakah imbauan kritik itu dipercaya? Mungkinkah pers nasional terbebas dari ketakutan dan keterpaksaan menjilat kekuasaan?
Wallahu a’lam. Too good to be true. Terasa bagaikan mimpi indah.
Jokowi dan Pramono Anung mengeluarkan imbauan “mari kritik kami” itu tampaknya semata-mata untuk tujuan peringatan HPN. Mereka merasa wajib bercuap-cuap manis tentang kebebasan pers pada tanggal itu. Supaya mereka terlihat pro-kebebasan pers.
Padahal, imbauan kritik itu hanya berlaku satu hari saja. Khusus pada HPN 9 Februari itu. Tidak dimaksudkan berlaku tanpa batas waktu.
Argumentasinya adalah, HPN ditetapkan 9 Februari. Hanya satu hari saja. Selebihnya, dari 10 Februari sampai 8 Februari tahun berikutnya bukan Hari Pers Nasional. Melainkah Hari-hari Pers Jokowi (HPJ).
Jadi, sepanjang 364 hari dalam setahun, pers di Indonesia adalah pers Jokowi. Hanya satu hari saja pers di negara ini untuk kepentingan non-Jokowi.[]
13 Febaruari 2021
Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)
Sumber: facebook asyari usman