Pesan NHW untuk Pemuda: Bangun Soliditas Jaga NKRI, Waspadai Pengaburan Sejarah
Namun, ia menegaskan bahwa penolakan terhadap komunisme tidak hanya berkaitan dengan hal tersebut, melainkan sifat ideologinya yang radikal, intoleran dan tak sesuai dengan Pancasila sehingga karenanya mereka ingin mengubah Pancasila, sebagaimana juga sangat nampak pada peristiwa Madiun Affair, pemberontakan PKI tahun 1948.
“Kudeta PKI pada 1948 itu jelas tidak ada hubungan dengan Orba, CIA atau Amerika Serikat. Tetapi terkait dengan dukungan dari Partai Komunis Uni Soviet. Mereka bukan hanya melakukan pemberontakan, tapi tragedi kemanusiaan, dan kudeta terhadap pemerintah RI yang sah. PKI bahkan sudah berhasil menetapkan ibu kota dan mendeklarasikan negara mereka di teritorial RI, yaitu Negara Republik Soviet Indonesia. Mereka juga umumkan Musso sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri mereka,” tuturnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan bahwa narasi menyesatkan tersebut diperparah dengan kemunculan Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.
Menurutnya, walau Kamus Sejarah Indonesia yang kontroversial itu telah ditarik karena memperoleh banyak protes keras dari masyarakat luas, termasuk oleh PKS, tetapi itu menunjukkan bukti nyata adanya usaha penulisan sejarah yang baru dengan pengaburan sejarah, atau penampilan pemahaman sejarah yang tidak utuh, sayanganya itu justru ada pada institusi pemerintahan.
Dalam jilid pertama kamus tersebut yang membahas periode Indonesia dipersiapkan dari tahun 1900-1950, lanjutnya, malah tidak disebutkan peran-peran besar pemuda Muslim, Jong Islamieten Bond, organisasi pemuda beragama Islam yang aktif ikut hadirkan Sumpah Pemuda 28/10/1928, juga peran banyak ulama pejuang yang ikut memperjuangkan dan memperkuat/menyelamatkan NKRI, malah tidak disebutkan, tetapi justru yang banyak disebutkan adalah PKI dan tokoh Komunis.
“Jong Islamieten Bond, KH Hasyim Asyari (dengan Resolusi Jihad), KH Mas Mansoer dan KH Wahid Hasyim (BPUPK), Mr Sjafruddin Prawiranegara (dengan PDRInya) dan M Natsir (dengan Mosi Integral untuk kembali ke NKRI) tidak disebut. Sejarah gilang gemilang mereka untuk Indonesia merdeka dan NKRI, justru diputarbalikkan dan tidak disebutkan secara benar,” jelas HNW.
Padahal, kata HNW, dengan pemahaman sejarah yang baik dan utuh tersebut, para pemuda mendapatkan keteladanan dan kebanggaan atas perjuangan para tokoh bangsa. Mereka bisa belajar dan meneruskan peran para tokoh-tokoh bangsa, agar Indonesia dan cita-cita kemerdekaan dan reformasinya dapat terus diwujudkan dan diwariskan kepada generasi berikut, menyukseskan Indonesia Emas tahun 2045.
“Sangat penting bagi anak muda untuk mempelajari dan mendapatkan sejarah secara benar, agar mempunyai kebanggaan dan bisa tahu bagaimana pemuda termasuk pemuda muslim bisa eksis dan terus berkontribusi, mengokohkan soliditas, solidaritas dan kemajuan bangsa, dangan menjaga negara dan Pancasila dari berbagai ancaman, seperti wabah Covid-19 saat ini, serangan luar negeri, neo kolonialisme, separatisme, serta ideologi-ideologi menyimpang yang tak sesuai dengan Pancasila seperti Komunisme,” tambahnya.
Selain itu, kata HNW, dengan pemahaman sejarah yang baik dan benar, maka konteks peran pemuda kuatkan simpul kebangsaan pada saat ini, juga bisa dilakukan secara lebih aktif dan konstruktif, karena sistem hukum dan prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia telah memberi ruang yang luas bagi pemuda untuk berkiprah di mana saja, membangun soliditas guna menghadirkan solidaritas kepada masyarakat.
“Pemuda, dan rakyat pada umumnya, diberikan jaminan hak untuk berkumpul dan berserikat dalam Pasal 28 UUD 1945 yang kemudian diperkuat dengan pasal-pasal tentang HAM lainnya dari Pasal 28A hingga 28J. Itu semua bisa dilakukan untuk menghadirkan kemaslahatan, dan kontribusi maksimal bagi Pemuda Indonesia, karena memang tidak bertentangan dengan Pancasila, aturan hukum dan norma yang hidup di masyarakat (agama). Dan itulah teladan yang telah diwariskan oleh bapak dan ibu bangsa untuk kaum muda di zaman milenial sekarang. Maka maksimalkanlah, dan jangan dimubazirkan,” pungkasnya.
red: adhila