Pesan Takbiran Presiden: Beda Ucapan dan Kenyataan
Ramadhan yang mulia telah berakhir. Ramadhan dan Idulfitri tahun ini istimewa karena hadir di tengah pandemi Covid-19. Sudah awam bagi seorang Pemimpin negeri untuk memberi ucapan selamat Idul Fitri disertai pesan untuk seluruh rakyat.
Dilansir oleh kumparan.com (23/05/2020), beberapa pesan Takbiran Jokowi terbaca dengan apik. Namun terjadi ketidaksesuaian antara pesan dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
“Ramadhan adalah bulan ketakwaan. Seorang hamba dinyatakan lulus ketika menjadi lebih baik dan takwa setelah puasa. Kita perlu istikamah dalam menjalankan amaliyah Ramadhan dan melanjutkan amaliyah di bulan-bulan berikutnya,” kata Jokowi dalam pesannya, Sabtu (23/5).
Dari pesan di atas, Presiden bicara ketakwaan. Perlu untuk beliau tahu dimensi takwa. Bahwa takwa bukan hanya dominasi individu, namun diperlukan juga ketakwaan kolektif, yaitu masyarakat dan negara.
Ketakwaan individu akan tergerus bahkan bisa hilang jika masyarakat dan negaranya tak bertakwa. Lihatlah sosok anak bangsa yang bisa berubah 180 derajat dalam waktu singkat. Yang awalnya muslim jadi murtad. Yang tadinya menutup aurat, jadi berpakaian seksi. Yang awalnya mendukung dakwah, berbalik arah menghalangi dakwah. Dan masih banyak lagi kemaksiatan yang difasilitasi oleh negara.
Kelabilan ini karena negara tidak menerapkan Islam kaffah. Yang diterapkan justru sistem kapitalisme yang sekuler, menjauhkan agama dari kehidupan. Jadilah masyarakat yang indivisualis, membiarkan kemaksiatan yang dilakukan orang lain. Alasannya, khawatir mengganggu kebebasannya.
Negara sekuler juga menyediakan semua yang diinginkan oleh hawa nafsu manusia. Padahal, jika hawa nafsu ini diperturutkan tanpa aturan, akan menjatuhkan martabat manusia teguh rendah dari binatang. Alih-alih bisa meraih takwa, justru sebaliknya. Diskotik, tempat hiburan malam, lokalisasi PSK, industri miras, industri video dan majalah porno, semuanya difasilitasi negara. Bagaimana bisa menjadi takwa?
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 2: “Itulah Al-Qur’an yang tidak ada satu pun keraguan di dalamnya. Ia adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa.” Maka, untuk menjadi takwa, wajib berhukum pada syariat Islam secara kaffah, bukan hanya perkara ibadah. Karena isi Al-Qur’an bukan melulu tentang shalat dan puasa yang bisa dilaksanakan oleh individu. Ada pula yang pelaksanaannya memerlukan peran negara, seperti keharaman riba dan pelaksanaan hukum qishah dan lain-lain.