Pilih Pemimpin di Pilpres 2024, Apakah Perlu Ijtima’ Ulama Lagi?
Jakarta (SI Online)-Pimpinan Perkumpulan AQL, KH Bachtiar Nasir, mengatakan para ulama bisa melakukan Ijtima’ Ulama menjelang Pilpres 2024 untuk menentukan arah dukungan politik kepada pasangan Calon Presiden.
Ijtima’ Ulama yang dimaksud UBN -sapaan akrabnya- adalah Ijtima’ yang dilakukan di masing-masing organisasi atau kelompok.
Sebagai informasi, Ijtima’ Ulama dilakukan oleh GNPF-Ulama tiga kali menjelang Pilpres 2019 lalu. Lalu, menjelang Pilpres 2024 mendatang, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga telah melakukan Ijtima Ulama Nusantara pada pertengahan Januari 2023 lalu.
“Ijtima’ Ulama saya kira dalam forum-forum khusus, misalnya ulama NU berkumpul untuk memilih, ulama Muhammadiyah berkumpul, ulama Persis dan lain-lain saya kira boleh-boleh saja,” kata UBN saat berbincang dengan wartawan, di Jonggol, Kamis (17/08).
Bukan hanya ormas, lanjut UBN, Ijtima Ulama bahkan bisa dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia. Hasil masing-masing Ijtima’ itu diharapkan dapat melahirkan konsep-konsep yang saling menguatkan satu dengan lainnya.
“Terpenting setelah melahirkan konsep-konsep setiap Ijtima Ulama, tujuan berpolitik, berbangsa dalam beragama, saya kira itu yang perlu dijadikan landasan,” ungkap UBN.
Dengan demikian, kata UBN, jangan sampai pendapat mazhab atau pemikirannya saja yang harus dimenangkan. Atau merasa golongannya saja yang harus diterima, sedangkan yang lain harus mengikuti golongan dia. “Ini yang tidak benar,” tegas UBN.
Jika memilih calon pemimpin menggunakan mekanisme Ijtima Ulama, dipastikan hal itu menggunakan ilmu. Ilmu yang merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian akan dapat dilupakan kepentingan-kepentingan Ormas, kelompok atau pribadi.
Alasannya, jelas UBN, karena bimbingan agama dalam berbangsa bernegara itu jelas, yakni hirasatud diin dan himmayatur raiyat, menjaga agama dan menjaga rakyat.
Dengan demikian, umat harus patuh pada pemimpin yang sudah disepakati meskipun di awalnya terdapat perbedaan. Sebab hal itu sudah merupakan hasil musyawarah yang diputuskan bersama.
“Jangan ada lagi ketika kalah kemudian berontak. Ya inilah demokrasi yang kita pilih, kita harus terima konsekuensinya,” pungkas dia. []
red: shodiq ramadhan