NUIM HIDAYAT

PKI yang Selalu Membuat Kacau Negeri Ini

Melalui kebijakan lunak Presiden Soekarno itu, PKI akhirnya melakukan konsolidasi kembali setelah terpuruk. Setelah merasa diri kuat dan menjadi partai pemenang keempat dalam Pemilu 1955, PKI bahkan berani membuat propaganda pembalikan fakta terkait tragedy Madiun 1948. CC PKI membuat banyak tulisan yang isinya membantah keterlibatan dalam pemberontakan Madiun. Seperti: Tulisan Suripno berjudul Buku Putih tentang Peristiwa Madiun, Menggugat Peristiwa Madiun, Konfrontasi Peristiwa Madiun 1948. Naskah itu ditambah dengan berbagai buku lain dari CC PKI oleh DN Aidit, yaitu buku putih PKI: Peristiwa Madiun 1948 dengan Peristiwa Sumatera 1956. Melalui buku yang ditulis tahun 1957 itu, secara provokatif Aidit menantang pemerintah untuk maju ke pengadilan. Ia bahkan menuduk balik bahwa PKI lah yang menjadi korban peristiwa Madiun.

Aidit menulis, ”Kapan saja Hatta ingin peristiwa Madiun dibawa ke pengadilan, kami dari PKI selamanya bersedia menghadapinya. Kami yakin bahwa jika soal ini dibawa ke pengadilan bukan kami yang akan menjadi terdakwa (tersangka), tetapi kamilah pendakwa (penuntut). Kamilah yang akan tampil ke depan sebagai pendakwa atas nama Amir Syarifudin, atas nama Suripno, Maruto Darusman, Dr Woreno, Dr Rustam, Harjono, Djokosjono, Sukarno, Sutrisno…yang menjadi korban keganasan satu pemerintah yang dipimpin borjuis Minangkabau, Muhammad Hatta.

1948…Sesudah penculikan dan pembunuhan di Solo yang diatur dari Yogya (ibukota), keadaan di Madiun menjadi sangat tegang sehingga terjadilah pertempuran antara pasukan Angkatan Darat yang pro dan anti penculikan di Solo…Dalam keadaan kacau demikian ini Residen Kepala Daerah tidak ada di Madiun, Wakil Residen tidak mengambil tindakan apa-apa sedang Wali Kota sedang sakit. Untuk mengatasi keadaan ini, maka Front Demokrasi Rakyat dimana PKI termasuk di dalamnya, mendesak supaya Kawan Supardi, Wakil Walikota Madiun bertindak sementara sebagai pejabat Residen selama Residen Madiun belum kembali. Nah, tindakan mengangkat Walikota menjadi Residen Sementara inilah yang dinamakan pemerintah Hatta, tindakan merobohkan Pemerintah Republik Indonesia, tindakan mengadakan kudeta dan tindakan mendirikan Pemerintah Soviet.”

Aidit memang ingin cuci tangan. Ia menutup mata terhadap tindakan-tindakan PKI yang sadis kepada para kiai dan birokrat di berbagai daerah Jawa Timur. Para santri di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur saat itu merasakan bagaimana kekejaman dan teror PKI di berbagai pesantren.

Banyak langkah-langkah PKI yang tidak berperikemanusiaan pada negeri ini. Sehingga tidak heran pada 30 September 1965, PKI membunuh para jenderal dan melakukan pemberontakan pada pemerintah yang sah. Langkah-langkah PKI di negeri ini perlu diwaspadai. Karena saat ini banyak pengikut baru PKI yang mulai membuat ulah di negeri ini. Mulai dari mempertentangkan Islam dan Pancasila, memunculkan isu khilafah atau negara Islam, menangkap para ulama dan aktivis Islam dan lain-lain. Ingatlah, sejarah senantiasa berulang. Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button