Politik Air Keruh
Sekalipun modus akun Fufufafa itu berada di dalam sejarah waktu lalu, tetapi kurun up dating modus yang bisa saja dipidanakan dikarenakan dia tidak mengakui bahwa akun itu bukan miliknya.
Kembali Gibran melakukan pembohongan publik beberapa hari pernyataannya menjelang Gibran dilantik sebagai Wapres.
Itulah pemberatan pidana bagi Gibran yang harus dipahami sebagai beban resiko memegang jabatan publik. Apalagi selevel Wakil Presiden.
Dan harus diakui Gibranlah yang menjadi kontribusi politik sumber kekeruhan itu ketika Prabowo pun ketiban getah politik bagi peraihan kemenangan akibat kecurangan Jokowi di Pilpres 2024 itu.
Maka, apa pun latar belakang bagaimana proses yang menjadikan Prabowo Presiden, di negara penganut presidensial, Prabowo secara de jure, adalah pemangku dan pelayan kedaulatan rakyat tertinggi.
Sehingga, suatu keharusan adanya political will dari Prabowo selaku Presiden dengan tindakan membersihkan potensi marabahaya penyebab kekeruhan itu mengubahnya menjadi kejernihan layaknya air bening, seperti air bening bersih itu untuk berwudhu sebagai syariat untuk umat Islam melakukan kewajiban shalatnya atau untuk melaksanakan ritual baptis bagi umat Kristen.
Sudah tidak ada lagi yang akan berani melawan atau melakukan penyanderaan politik bagi Prabowo dilakukan oleh kekuatan apa pun —termasuk oligarki dan atau legacy Jokowi—sepanjang atas atensi dan konsistensi dalam koridor pengabdian dan kesetiaan Prabowo semata-semata untuk kepentingan rakyat yang berdaulat dengan supremasi hukum atas kepemimpinan kekuasaannya itu ditegakkan untuk, oleh dan dari rakyat.
Terlebih, Prabowo sebagai Presiden harus bertanggung jawab atas karya tulis yang menggemparkan secara berkelanjutan dari 2019 dan 2022 diterbitkan “Paradoks Indonesia” yang secara prinsipil mendasar isinya mengagendakan perubahan Indonesia.
Salah satunya yang harus paling berubah signifikan bagi Indonesia adalah pertentangannya melawan keras terhadap kekuatan oligarki yang sudah menguasai perekonomian lebih dari separuh itu harus dieliminasi.
Dan sebagai suatu paradoks faktanya oligarki itu pengusaha seperti penguasa yang kekuasaannya jauh lebih dalam. Yang oleh Jokowi banyak diberikan banyak fasilitas privilis tak pernah sejauh dilakukan oleh Presiden-Presiden sebelumnya.
Itu artinya, jika secara literasi tertulis dalam buku “Paradoks Indonesia” itu tidak dilaksanakan oleh Prabowo itu sama saja mengulangi kembali apa yang senantiasa dilakukan oleh Jokowi berupa pengulangan kebohongan-kebohongan publik.
Dan itu terasa lebih berbahaya melakukan kebohongan publik itu sudah tertulis dari suatu thingking mind kind bagi dirinya, ketimbang kebohongan-kebohongan Jokowi secara verbal.