NUIM HIDAYAT

Politik seperti Permainan Catur

Dalam kasus Irak, juga melibatkan Sunni dan Syiah. Kelompok Syiah melihat pasukan Amerika merajalela, mereka menggunakan ‘politik akomodatif’. Kelompok Sunni yang diantaranya diwakili ISIS menggunakan ‘politik konfrontasi’. Sehingga di Iran, kelompok Sunni dan Syiah saling menyerang, saling membunuh. ISIS di samping melawan Amerika, juga melawan Syiah.

Pasukan penjajah Amerika tentu saja menikmati hal itu. Ia senang kelompok Syiah dan Sunni, Muslim Irak, saling berperang dan saling membunuh. Apakah Amerika mendukung Syiah Irak? Ternyata tidak juga. Kita ingat bagaimana Amerika akhirnya membunuh Jenderal terkemuka Iran, Qasim Sulaimani di Irak (2020). Di wilayah 1001 malam ini saya melihat Sunni dan Syiah sama-sama melawan penjajah Amerika, strategi dan caranya berbeda. Amerika menggunakan politik belah bambu di Irak. ‘Setan besar’ ini ingin menguasai wilayah Irak yang kekayaan minyaknya melimpah. Amerika membutuhkan BBM dalam jumlah besar, untuk menjalankan puluhan kapal induknya dan ribuan pesawat, kapal selam serta berbagai alat militer lainnya. (Baca: Hai Amerika, Tinggalkan Ladang-Ladang Minyak di Irak!)

Maka kalau melihat konflik Syiah dan Sunni, saling membunuh, saya prihatin. Karena keduanya meyakini Nabi Muhammad dan berpegang pada Al-Qur’an yang sama. Tidakkah keduanya bisa dipersaudarakan untuk bersama-sama melawan Amerika dan Israel?

Maka ketika Presiden Iran Ahmadinejad menemui Raja Abdullah (2007) saya bersyukur. Saya berdoa semoga tidak terjadi lagi saling membunuh antara Sunni dan Syiah.

Harus kita akui Iran termasuk negara yang hebat. Bayangkan puluhan tahun diembargo ekonomi dan politik oleh Amerika, tapi ia berhasil membangun negaranya dengan baik. Teknologi dan ilmu pengetahuan ‘maju’ di Iran dibandingkan negeri-negeri Islam lainnya. Sehingga beberapa waktu lalu Israel kaget dan takut mendapat rudal-rudal hipersonik dari Iran.

Karena itu saya teringat bagaimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) ketika mendamaikan konflik Syiah dan Sunni. Saat itu saling konflik keduanya sampai di masjid-masjid. Melihat hal itu akhirnya khalifah berunding dengan para ulama. Maka kemudian khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil keputusan agar para khatib Jumat dalam akhir khutbah kedua membaca surat an Nahl 90.

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ۝٩٠

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.”

Wallahu alimun hakim. []

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button