Politisi PKS Minta Menteri Agama Bantu Madrasah Swasta
Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf meminta Kementerian Agama untuk menaruh perhatian lebih pada madrasah swasta.
Bukhori beralasan, jumlah sekolah atau madrasah swasta di Indonesia memiliki porsi yang cukup besar, yakni lebih dari 90% sehingga menjadi salah satu domain pendidikan krusial di bawah naungan Kementerian Agama yang butuh perhatian ekstra.
“Jumlah sekolah atau madrasah swasta di bawah Kemenag ini sangat besar. Akan tetapi, concern pemerintah, khususnya Kementerian Agama ini sangat minim dalam hal bantuan. Sebab itu, saya meminta supaya dengan adanya dana realokasi, menjadi momentum bagi Kementerian Agama untuk mulai merambah bantuan kepada sekolah swasta ketimbang tidak sama sekali,” kata Bukhori dalam Rapat Kerja bersama Menteri Agama di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Dalam catatan Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSSK) Madrasah Kementerian Agama pada 2019, kondisi status madrasah yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia sekitar 95% adalah milik swasta, dengan rincian dari 50.479 madrasah yang meliputi Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) sedangkan hanya 3.888 dengan status sekolah negeri.
Selain itu, politisi PKS ini memandang perlunya pemikiran strategis untuk memberdayakan keberadaan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, Taman Pendidikan Qur’an (TPQ), maupun sekolah/madrasah swasta menuju taraf yang lebih sejahtera. Sebab, keberadaan lembaga pendidikan tersebut adalah etalase Kementerian Agama yang turut berimplikasi pada reputasi Kementerian.
Ia juga menambahkan, melalui upaya Kementerian Agama untuk melahirkan insan beragama yang baik melalui pemberdayaan lembaga pendidikan tersebut kelak memberikan sumbangsih yang positif pada penciptaan kondisi bangsa yang bermartabat dan demokratis.
“Sebenarnya, dukungan terhadap lembaga pendidikan tersebut tidak cukup jika hanya dalam wujud formal support semata. Perlu perhatian lebih daripada sebatas terdaftar di Kemenag mengingat mereka merupakan binaan Kemenag,” singgungnya.
Lebih lanjut, selain memberikan perhatian dalam bentuk bantuan logistik maupun anggaran, sejumlah lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren sebenarnya sangat membutuhkan dukungan legalitas. Sebab, di dalam UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren tidak diatur mengenai ketentuan sanksi bagi pesantren yang tidak memiliki izin pendirian sehingga ketentuan mengenai sanksi secara otomatis akan merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Hal ini dikarenakan dalam Pasal 15 UU No. 18/2019 tentang Pesantren disebutkan bahwa Pesantren melaksanakan fungsi pendidikan sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional. Namun ironisnya, di dalam Pasal 71 UU Sistem Pendidikan Nasional versi Omnibus Law RUU Cipta Kerja secara terselubung membawa potensi kriminalisasi terhadap pihak yang mendirikan pesantren tanpa izin. Sehingga, pada situasi ini urgensi dari dukungan legalitas terhadap pesantren oleh Kementerian Agama sangat diperlukan.
“Selain membantu kepemilikan secara legal bagi lembaga pendidikan Islam, terakhir kami meminta kepada Menteri Agama sekaligus jajarannya ketika mengunjungi pesantren-pesantren yang terjangkit Covid-19, turut membawa vaksin untuk diberikan secara gratis kepada mereka yang terinfeksi apabila vaksin ini telah jadi,” pungkasnya
red: shodiq ramadhan