Politisi PKS: Pemerintah Jangan Ubah Substansi UU Cipta Kerja
Jakarta (SI Online) – Untuk menghindari salah persepsi dan saling tuding menyebar berita bohong soal RUU Cipta Kerja, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto, minta DPR dan Pemerintah tidak gonta-ganti dokumen RUU Cipta Kerja. Karena, setelah disahkan oleh DPR, draf UU Cipta Kerja tidak boleh diubah apalagi diganti dengan dokumen berbagai versi dan ketebalan.
Mulyanto mengingatkan, berdasarkan Peraturan DPR RI No. 1/2020 tentang Tata Tertib pasal 163 huruf c dan huruf e diatur ketentuan, bahwa pada saat pengambilan keputusan Tingkat I, dilakukan pembacaan serta penandatanganan naskah RUU. Artinya dokumen rancangan RUU pada titik proses ini sudah ada dan siap untuk dibacakan dan ditandatangani setiap Fraksi. Bahkan, lazimnya ditandatangani pada setiap halaman naskah.
Berdasarkan ketentuan di atas, secara implisit dapat dipahami, bahwa sejak diambil keputusan Tingkat I, melalui pembacaan dan penandatanganan naskah RUU, maka sejak itu tidak ada lagi perubahan pada naskah RUU tersebut.
“Begitu yang saya pahami, sehingga tidak boleh lagi ada perubahan redaksional apalagi substansial terdahadap RUU yang sudah disahkan melalui pembacaan dan penandatanganan naskah RUU tersebut,” tegas Mulyanto, dalam keterangannya, Senin 19 Oktober 2020.
Bahkan terakhir Sekretariat Negara mengusulkan perbaikan draf RUU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam dokumen setebal 88 halaman berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020.
“Bukan hanya terjadi gonta-ganti dokumen sebanyak empat kali sejak disahkan sampai dengan penyerahan dokumen resmi kepada Presiden di tingkat DPR, tetapi juga terjadi koreksi di tingkat Pemerintah berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020,” kata Mulyanto.
Anggota Baleg DPR ini mengatakan, masyarakat berhak tahu terkait hal ini agar diperoleh kepastian, bahwa memang benar dokumen resmi 812 halaman yang berifat final tersebut sudah sesuai dengan hasil akhir Panja Cipta Kerja. Tidak ada penambahan atau pengurangan pasal atau ayat dalam dokumen final tersebut.
“Pertanyaan yang sama juga dapat kita ajukan untuk dokumen koreksi yang dilakukan oleh Sekretariat Negara melalui dokumen setebal 88 halaman dengan 158 item perubahan. Harus dapat dipastikan tidak ada perubahan yang bersifat substansial terhadap usulan perbaikan itu,” tegasnya.
Dia menambahkan, kalau sampai terjadi penambahan atau pengurangan pasal atau ayat yang bersifat substansial, maka ini adalah tidakan pelecahan terhadap lembaga legislatif, yang mendapat amanah rakyat sebagai kekuasaan tertinggi dalam legislasi.
Sebelumnya diinformasikan UU Cipta Kerja sudah disahkan sejak 5 Oktober pekan lalu. Jumlah halaman dari draf final UU Cipta Kerja sudah berubah dibanding dengan draf sebelumnya. Pertama, ada draf yang diunggah di situs resmi DPR. Tidak jelas betul, tanggal berapa draf RUU Cipta Kerja ini selesai disusun. Draf ini terdiri dari 1.028 halaman. Di bagian akhir, tak ada keterangan perihal pihak-pihak yang menyusunnya.
Kedua, ada draf tertanggal 5 Oktober 2020. Tanggal ini tertera dalam judul file, yakni ‘5 Oktober 2020 RUU Cipta Kerja – Paripurna.pdf’. Draf ini berisi 905 halaman, alias lebih sedikit ketimbang draf yang diunggah di situs resmi DPR. Di halaman akhir, tidak ada keterangan perihal pihak-pihak yang menyusun draf ini. Sebagaimana diketahui, 5 Oktober 2020 adalah tanggal disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.
Ketiga, ada draf tertanggal 9 Oktober 2020, sebagaimana tertera dari nama berkas digital ini. Jumlah halaman menjadi lebih banyak. Draf tertanggal 9 Oktober 2020 ini berisi 1.052 halaman. Di halaman akhir, tidak ada keterangan perihal pihak-pihak yang menyusun draf ini.
Keempat, Tanggal 12 Oktober 2020 muncul draf RUU Cipta Kerja dari pihak DPR yang ini berisi 1.035 halaman. Berbeda dengan draf sebelumnya, draf final ini memuat keterangan nama di bagian akhir halaman, yakni Wakil Ketua (DPR) Azis Syamsuddin.
Terakhir draf yang dikirim ke Presiden yang disebut sebagai draf resmi yang bersifat final setebal 812 halaman.
red: farah abdillah