FOKUS MUSLIMAH

Pornografi Jadi Konsumsi Anak Usia Dini, Potret Jauhnya Kehidupan Islami

Upaya pemerintah dalam memberantas pornografi sejauh ini sudah dilakukan. Kemenkominfo sudah bekerja keras dengan Polri, BSSN, Kementerian PPPA dalam penanganan konten pornografi.

Dalam lima tahun terakhir ada sekitar 2,7 juta konten negatif yang sudah ditakedown dan diblokir. Dari sini kita dapat melihat bahwa sebenarnya pemerintah melakukan upaya pemberantasan. Akan tetapi, ketika pondasi pemikirannya bukan berdasar Islam, maka solusi yang dijalankan pun tidak akan mengakar.

Sumber syahwat itu sangat luas, bukan sekedar sesempit pornografi yg berisi tentang adegan berhubungan badan. Kalaulah konten pornografi sudah diblokir, masih banyak tersebar konten-konten yang menampakkan aurat, acara-acara TV yang campur baur saling melempar sex jokes, sinetron dan perfilman layar lebar yang sarat akan pemicu syahwat, konser-konser yang sarat dengan aurat, khalwat dan ikhtilath dimana-mana, serta club malam masih bebas mendapat izin pemerintah. Acara pemerintahan pun sering tak lepas dari penyelenggaraan konser-konser sejenis itu.

Jadi, ketika pintu syahwat lainnya tidak ikut ditutup aksesnya, dan hal tersebut di masyarakat sudah menjadi lumrah bahkan dinormalisasi, maka langkah tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan masalah kejahatan seksual terhadap anak yang sudah kelewat darurat ini. Sistem kapitalisme memandang semua sumber hiburan tersebut adalah ladang cuan. Sehingga, tentu akan menjadi pertimbangan besar bagi para pelaku bisnis hiburan untuk meniadakannya secara total.

Islam adalah Solusi Paripurna dan Mengakar

Permasalahan yang sudah dijabarkan di atas sesungguhnya disebabkan oleh multi faktor dan menjadi tanggung jawab banyak peran. Baik institusi keluarga, masyarakat, dan tentunya negara. Dalam peran keluarga, pola pendidikan wajib berorientasi pada tauhid, agar tumbuh seorang anak yang tunduk dan selalu merasa diawasi oleh Allah di manapun dan apapun aktivitas yang dilakukan, baik kehidupan offline maupun online. Sehingga, tercermin pada akhlak dan kepribadian yang baik sesuai syarak, serta menjauhi kemaksiatan.

Orang tua pun wajib bersikap tegas dan bijak dalam pemberian gadget untuk anak usia dini. Hal ini tercantum dalam QS. An-Nisa’ ayat 6 Allah SWT berfirman, “… Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya.”

Lalu, orang tua wajib menanamkan tarbiyah jinsiyah, merawat fitrah seksualitas anak, agar paham batasan aurat dan batasan interaksi antar lawan jenis, dan lainnya. Dalam peran masyarakat, pentingnya saling amar makruf nahi mungkar sesuai sistem pergaulan Islam, agar terjaga dari pergaulan kelewat bebas, seperti fenomena di masa ini. Wajibnya saling menjaga aurat, saling menundukkan pandangan, saling menjaga kemaluan, saling menjaga adab pergaulan untuk menghindari stimulasi pemicu syahwat yang kelewat batas.

Dalam peran negara, dalam Islam wajib memfasilitasi, menjamin keamanan kesejahteraan dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Ketika ekonomi sudah dicukupi negara, maka orang tua pun akan bisa lebih fokus dalam mendidik dan mengawasi anak.

Di zaman sekarang banyak orang tua habis waktu untuk putar otak, terseok-seok, memenuhi kebutuhan finansial, sehingga seringkali anak menjadi terbengkalai. Lalu, ketika ekonomi keluarga tercukupi maka masyarakat pun dapat memiliki tempat tinggal yang layak untuk menjaga privasi orang tua dari pandangan anak saat berhubungan seksual.

Negara pun harus memberikan sanksi pidana yang tegas dan membuat jera terhadap setiap pelaku, agar tiap individu takut untuk melakukan kejahatan kembali. Di dalam Islam sudah ada syariat pidana terkait perzinaan, yaitu dalam QS. An-Nûr: 2, tentang hukum jilid (cambuk) bagi para pezina.

Lalu, hadits tentang rajam, “Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi).

Sumber hadits lainnya, “… Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan (hukum) rajam, kitapun telah melaksanakan (hukum) rajam setelah beliau (wafat). Aku khawatir jika zaman telah berlalu lama terhadap manusia, akan ada seseorang yang berkata, “Kita tidak dapati (hukum) rajam di dalam kitab Allah SWT, sehingga mereka akan sesat dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya (hukum) rajam benar-benar ada di dalam kitab Allah terhadap orang yang berzina, padahal dia telah menikah, dari kalangan laki-laki dan wanita, jika bukti telah tegak (nyata dengan empat saksi, red), atau terbukti hamil, atau pengakuan.” (HR. Bukhari Muslim)

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button