Pornografi kok Dianggap Seni?
Aktris Tara Basro menjadi perbincangan hangat di media sosial, bahkan namanya sempat menjadi tagar dan trending di Twitter pada Rabu (4/3/2020).
Hal itu dipicu oleh unggahan foto yang memperlihatkan dirinya sedang duduk tanpa busana. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo) pun menyoroti unggahan tersebut. Kominfo lewat pelaksana tugas Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu menyebut Tara melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE (Inews.id, 05/03/2020).
Dalam unggahan lain di Instagram, dia pun memperlihatkan selulit di paha dan lipatan perutnya.
Lewat foto tersebut, Tara Basro mengampanyekan body positivity, mengajak orang untuk mencintai tubuhnya dan percaya dengan diri sendiri (Bbc.com, 05/03/2020).
Namun di sisi lain Menkominfo Johnny G Plate menegaskan foto yang diunggah Tara Basro di media sosial tidak melanggar UU ITE. Johnny menyebut foto tersebut merupakan bagian dari seni karena sebagai bentuk menghormati terhadap tubuh sendiri (Detik.com, 05/03/2020).
Terang saja foto bugil Tara Basro menimbulkan kontroversi dari berbagai kalangan. Apalagi di negeri ini masih menjujung budaya ketimuran dan masih memperhatikan adab-adab dalam berpakaian yang sopan.
Mereka yang pro jelas yang berpikir ala liberal, karena mereka memberi dukungan atas tindakan aktris tersebut. Tentu dengan beribu alasan yang seolah dapat diterima dan dibenarkan lewat kacamata mereka. Terlebih dalam kehidupan yang sekuler saat ini. Di mana kebebasan begitu diagung-agungkan dalam hal ini kebebasan bertingkah laku. Maka tak heran jika ada yang berpikir hal itu merupakan bagian dari seni.
Melihat hal itu, tentu sangat disayangkan sekali. jika hal yang bertentangan dengan norma moral dan agama dianggap biasa, apalagi dinilai sebaagi seni. Kalau hal itu dianggap sebagai bagian dari ajakan mencintai tubuh dan percaya dengan diri sendiri, apakah harus dengan menampakkan sesuatu yang mestinya tidak dinampakkan terlebih ke ranah publik?
Sungguh jika hal itu dianggap sebagai bagian dari modernisasi atau bentuk apapun yang dianggap sebagai kemajuan bagi kaum wanita, tentu telah salah kaprah. Karena sejatinya hal itu merupakan bagian dari bentuk penjajahan pemikiran yang telah berhasil menggeser pola pikir dan pola sikap masyarakat kearah pemikiran yang liberal dan bertentangan dengan norma-norma yang dijunjung di negeri yang mayoritas muslim ini.
Selain itu, pemikiran kaum muslim yang telah tercemari dengan pemikiran ala barat yang menjunjung tinggi kebebasan bertingkah laku. Tentu merupakan keberhasilan dari agenda kaum penjajah barat, karena telah berhasil meracuni pemikiran umat Islam, sehingga banyak dari kaum muslim yang sedikit demi sedikit meninggalkan ajaran agamanya. Seperti dalam hal berpakaian bagi wanita muslim. Sehingga tak jarang mereka yang masih menjadikan agama sebagai pedoman hidup, misal berbusana sesuai tuntunan agama dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman alias kuno.
Di samping itu, masalah definisi porno pun masih kabur dan menjadi polemik di berbagai kalangan. Sebab, sebagian pihak masih belum memiliki definisi yang baku berkaitan persoalan itu. Karena setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda tentang masalah tersebut dan itu tergantung sudut pandang apa yang digunakan dalam mendefinisikannya.
Sementara dalam Islam telah jelas berkaitan tentang masalah tersebut. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw. yang artinya, “Sesungguhnya seorang anak perempuan jika telah haid (balig) tidak boleh terlihat darinya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan tangan.” (HR Abu Dawud).
Dari dalil tersebut telah jelas menunjukkan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Jadi bisa dipahami bahwa persoalan aktris tersebut telah jelas sebagai bentuk pornografi.
Karena sesungguhnya sebagai umat Islam yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman hidup, tidak akan bingung lagi memandang tentang suatu hal. Sebab standarnya telah jelas bersumber dari syariat-Nya.
Oleh karena itu, hanya dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai tuntunan dalam kehidupan, maka umat Islam tidak akan bingung dalam menempatkan sesuatu hal, mana yang dibolehkan dan mana yang tidak dibolehkan dalam agama. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Fitri Suryani, S.Pd
(Guru Asal Kabupaten Konawe, Sultra)