PP Muhammadiyah Vs The Wall Street Journal: Siapa yang Berbohong?
Perang proxy
Lepas dari perseteruan WSJ dengan ormas Islam di Indonesia, kisruh ini jelas merupakan imbas Perang Dagang dan perebutan supremasi global antara China dan AS.
Dalam pembentukan opini dunia, China kalah jauh dibandingkan AS. Cina babak belur di Hongkong. Mereka tampaknya benar-benar waspada dan mengantisipasi jangan sampai isu muslim Uighur berkembang menjadi bola liar yang panas. Apalagi kemudian menjadi Hongkong berikutnya (the next Hongkong).
Undangan kepada sejumlah ormas Islam, akademisi, wartawan dari Indonesia dan Malaysia yang dilaksanakan Februari lalu, tampaknya merupakan upaya Cina memperbaiki citranya dan memenangkan opini dunia soal muslim Uighur.
Pemberitaan WSJ memberi pukulan telak dan menghancurkan upaya public relation dan pembentukan opini, yang susah payah dibangun Cina di negara-negara dengan mayoritas beragama Islam.
Ormas Islam Indonesia terkena dampak dari pertarungan dua negara adidaya itu. Apalagi isu China di Indonesia sangat sensitif. Baik berkaitan dengan dominasi ekonomi minoritas China di dalam negeri, maupun serbuan investasi China daratan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia tampaknya sangat berhati-hati menyikapi isu ini. Bila salah dalam mengambil posisi, bisa menjadi musuh salah satu negara adidaya.
Bagaimana kelanjutan perseteruan Muhammadiyah dan WSJ? Kita masih harus menunggu perkembangan selanjutnya.
Media Barat tak selamanya benar. Dalam kasus Asia Sentinel, media berbasis di Hongkong ini terpaksa mencabut beritanya dan meminta maaf secara terbuka kepada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat.
Sebelumnya Asia Sentinel menurunkan artikel yang mengaitkan pemerintahan SBY dengan skandal Bank Century.
Apakah WSJ akan bernasib sama dengan Asia Sentinel, atau mereka bisa membuktikan tuduhannya? Kredibilitas WSJ sebagai media besar dan berpengaruh dipertaruhkan. end
HERSUBENO ARIEF
Sumber: Facebook @hersubenoarief