Prabowo: Antara Emak Banteng dan Emak-Emak
“Jangan mengeluarkan kata-kata yang menyinggung undangan, apalagi ada undangan terhormat seperti Pak Prabowo yang hadir. Jadi jangan sampai ada yang bilang, huuu…… Jangan begitu,” kata DPD PDI-P Bali I Wayan Koster menirukan ucapan Megawati.
Posisi duduk Prabowo juga sangat spesial. Dia duduk berderet dengan Megawati, Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, dan Wapres terpilih Ma’ruf Amin.
Berbeda dengan Megawati —“Emaknya” partai banteng —yang tampak berbahagia-ria, emak-emak pendukung Prabowo melihat kehadiran jagoannya itu di kongres PDIP dengan sikap beragam.
Ada yang marah, tidak peduli alias egepe (emang gua pikirin), mendukung, tapi ada juga yang sikapnya mendua. Semula mendukung, tapi menjadi sebel melihat gaya Mega mencandain Prabowo.
Bahasa tubuh dan ucapan Mega dinilai tidak menunjukkan sikap respect. Menghormati tamu undangan spesial. Padahal bila melihat secara kronologis, ada kesan yang sangat kuat, Megawati dan Jokowi lah yang lebih membutuhkan Prabowo. Bukan sebaliknya.
Mulai dari pertemuan di MRT, dilanjutkan dengan jamuan nasi goreng, sampai undangan menghadiri kongres. Semua inisiatifnya datang dari kubu Megawati-Jokowi.
Benci tapi rindu
Soal perasaan para pendukung, khususnya emak-emak militan, baik Megawati, apalagi Prabowo, harus benar-benar berhati-hati. Bila sampai salah penanganannya, skenario yang mereka susun secara cantik, bisa hancur berantakan.
Ngototnya kubu 01 menggandeng Prabowo tidak lepas dari realitas dilapangan dan problem legitimasi pemerintahan Jokowi. Mereka sangat berkepentingan merangkul Prabowo. Targetnya mematahkan perlawanan kekuatan sosial pendukung 02, sekaligus memperkuat legitimasi Jokowi sebagai presiden terpilih.
Silakan berkeliling ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan termasuk di berbagai kota di Jawa. Semangat perlawanan dari para pendukung Prabowo-Sandi masih sangat tinggi.