Prabowo dan Islam
Prabowo akhirnya mengadu kepada ayahnya, Soemitro Djojohadikoesoemo. “Saya dikhianati. Papi nggak percaya kalau saya bilang saya dikhianati oleh mertua. Dia bilang kepada Wiranto, singkirkan saja Prabowo dari pasukan.”
Permusuhan sengit Wiranto-Prabowo ini mendapat reaksi yang keras dari Mayjen Muchdi PR, pengikut Prabowo saat itu. “Kita apakan Wiranto ini,” kata Muchdi suatu ketika di CPDS (Center for Policy and Development Studies).
Prabowo memang mempunyai jasa besar ketika ia mengusir para mahasiswa di gedung DPR dengan damai. Saat itu berkumpul di CPDS tokoh-tokoh Islam membicarakan tentang bagaimana mengusir mahasiswa-mahasiswa yang digerakkan tokoh-tokoh kiri dan non Islam. Di pertemuan itu ada Ahmad Soemargono (alm), Cholil Badawi (alm) dan lain-lain.
Akhirnya dengan mengerahkan massa Islam ke gedung DPR, mahasiswa-mahasiswa yang berhasil menurunkan Soeharto itu bisa diusir, digantikan dengan massa Islam. Bila tidak diusir, bukan tidak mungkin mereka berhasil menuntut juga Habibie untuk mundur. Karena target mereka pasangan Soeharto-Habibie mundur segera.
Karena itu jangan heran mereka akhirnya berhasil memojokkan Habibie agar segera melaksanakan Pemilu. Dan ujungnya mereka –khususnya politisi-politisi yang berada di PDIP- berhasil menolak Sidang Pertanggungjawaban Habibie di depan MPR. Dan akhirnya berhasil menduetkan pasangan mereka, Gus Dur dan Megawati ke tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia.
Yang menarik adalah sikap Presiden Soeharto ketika memutuskan mundur pada 21 Mei 1998. Ade Ma’ruf menceritakan: “Dalam pertemuan sepulang dari Istana Merdeka itu Soeharto terlihat rileks. ‘Ini adalah sejarah. Saya memutuskan mundur supaya tak jatuh korban lagi,’ ujarnya membuka percakapan.”
Menurutnya, jika ia tetap berkukuh, situasinya semakin keruh dan akan jatuh korban. ‘Jelek-jelek saya dulu naik karena didukung mahasiswa,’ katanya. ‘Sekarang sudah jatuh korban mahasiswa. Saya nggak mau korban lagi.’”.
Prabowo makin terpojok dengan dibentuknya TPGF (Tim Gabungan Pencari Fakta) yang bertugas menginvestigasi kerusuhan Mei 1998.
Dalam laporannya TPGF menyimpulkan bahwa peristiwa penculikan aktivis berhubungan erat dengan kerusuhan Mei 1998. Yang menarik, Munir, aktivis LSM menolak laporan ini. Ia menyatakan bahwa antara perbedaan mendasar antara peristiwa penculikan aktivis dengan kerusuhan Mei.
Menurutnya, kerusuhan Mei merupakan gerakan dari elite untuk perubahan politik. Sedangkan peristiwa penculikan aktivis merupakan konspirasi untuk mempertahankan kekuasaan Orde Baru. (Karena terlalu banyak tahu politik di dalam negeri, mungkin saja Munir dibunuh elite politik saat melakukan perjalanan dengan pesawat untuk melanjutkan kuliahnya di Belanda).
Merasa mendapat ‘teror’ terus di dalam negeri, baik di media dalam negeri dan luar negeri, akhirnya Prabowo pergi ke Yordania menemui sahabat lamanya, Pangeran Abdullah. Di sana ia mengajak tokoh-tokoh Islam di antaranya Hartono Mardjono, KH Cholil Ridwan dan lain-lain.
Kiai Cholil bercerita bahwa ia pernah dua minggu bersama Prabowo di hotel. Meski kamar beda, Cholil ‘selalu’ mengajak Prabowo shalat Shubuh berjamaah. Selama di luar negeri, Prabowo juga pernah mengajak Amien Rais dan Syafi’i Maarif untuk umrah dan menemui beberapa kepala negara di Timur Tengah.