Prabowo dan Pro-Daulat Rakyat
Itu artinya, takkan ada lagi kepentingan Jokowi dan lainnya. Sekalipun, Gibran itu anak kandungnya sebagai Wapres sejatinya sesuai konstitusi kesungguhannya menjalankan tugas, kewenangan dan kewajiban Wapres. Sebatas itu saja! Tak ada kepentingan menguasai yang lain. Apalagi, untuk kepentingan oligarki.
Maka, tawaran strategis Prabowo dengan program unifikasi politik melalui “rekonsialiasi kebersatuan”, harus dimaknai sebagai batu ujian sangat penting dan urgent apakah kabinet yang dibentuk menunjukkan loyalitas dan integritas yang sangat tinggi.
Mengingat 17 menteri berasal dari legacy eks rezim Jokowi yang sudah berjejaring secara co-official politik sumir dan menclong dengan lembaga tinggi negara lainnya pernah melakukan mal praktik menjalankan pemerintahan negara melalui quasi kolusi dengan Istana yang menopang vested interested kepentingan oligarki.
Dan itu jangan coba-coba dikakukan kembali. Apalagi, sampai menganggu stabilitas politik jalannya roda pemerintahan sah dipimpin Prabowo. Dan itu sudah diketahui dan dipahami sendiri oleh Prabowo.
Dikarenakan kecenderungan disinyalir dari belakang dan di balik layar masih ada anasir gerakan operasi senyap yang masih mencoba menunjukkan legacy kekuatan yang didukung oleh hegemoni dan kooptasi kepentingan oligarki harus realy benar-benar diwaspadai.
Boleh jadi keniscayaannya itu terjadi melalui hadirnya situasi dan kondisi hiprokitisme politik militan terhadap aliansi kekuasaan Gibran-Jokowi —sebagai masih begitu ambisiusisme misi berkelanjutan— hingga terjadi sebagai gerakan suatu kelompok dan atau komunitas latent yang sengaja diorganisir untuk bisa saja dan boleh jadi mendorong upaya merebut kepemimpinan dari Prabowo.
Munculnya kasus Tom Lembong yang tiba-tiba, adalah suatu aras kayuh makin kencang atas jalannya perahu politik berkemungkinan menjadi semacam tes ombak gebyah uyah adanya kecenderungan gerakan hiprokitisme militan itu seolah memberi tanda “yellow warning” bagi sasaran lainnya yang justru menjadi target selanjutnya yang utama, Anies Rasyid Baswedan.
Dua tokoh eks menteri kabinet Jokowi sendiri yang paling krusial dianggap akan sangat mengganggu kelancaran eksistensi Gibran yang bakal dipersiapkan menjadi Presiden berikutnya pada 2029.
Dan atau ini pun menjadi peringatan bagi ke-17 menteri itu jangan sekali-sekali melakukan reposisi dengan cara membelok, membelot dan menyeberang berpindah haluan politik ke Prabowo sepenuhnya.
Alias, anasir Jokowi itu sampai harus menembakkan senjata klasik peringatan keras kepada mereka, tricky politik penyanderaan (hostage politics).
Maka, untuk membuktikan kebulatan tekadannya bahwa Prabowo itu dengan segala kesungguhan dan keyakinan sepenuhnya pro-daulat rakyat. Itu sebaiknya harus segara ditunjukkan ke publik secara lebih terbuka dan transparan:
Maka, Prabowo harus segera mengumumkan ke publik Proyeksi Kinerja 100 Hari ke depan secara imparsial dan integral yang dilakukannya, adalah menyangkut pengambil keputusannya kembali bersumber kepada prioritas utama kepentingan mengembalikan dan meluruskan kepada aturan hukum perundang-undangan secara konstitusional UUD 1945.
Yang pada selama satu dekade kekuasaan Jokowi telah diabaikan dan banyak dilakukan penyimpangan serta penyelewengan dalam implementasi pelaksanaannya.