RESONANSI

Presiden, Oligarki dan Satgassus

Oleh karena itulah kenapa kemudian citra kelembagaan kepresidenan seolah selalu “dibodohi”, “dibodohkan” dan atau mengalami “pembodohan”. Meskipun, sudah dilapisi berlapis-lapis staf ahli kepresidenan dan Wantimpres. Sehingga, Jokowi pun terkesan pendapat-pendapatnya memproduksi terus-menerus “kebohongan-kebohongan”.

Maka, tentang banyak hal apa yang direncanakan dan disampaikannya tidak sesuai dengan fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan yang ada sesungguhnya.

Demikian juga bentukan organisasi organik non struktural Satgassus, meski bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sesungguhnya menjadikannya peran dan fungsi Presiden itu secara de jure tak ada, tetapi ada secara de facto itu sebagai jaring politik pengamannya.

Contoh nyata dari kinerja Satgassus ini, adalah Satgassus Merah Putih di bidang organik pengamanan di lembaga kepolisian, yang dirancang klinis dan organis oleh Tito Karnavian 2014 bermaksud salah satunya menjadikan Polri bagi “bantalan politik pengamanan” rezim penguasa, berjalan hingga tahun 2022 diketuai oleh Ferdy Sambo. Justru, sejalan dengan kepemimpinan Presiden Jokowi telah diselewengkan.

Organik non struktural Polri yang dalam struktur formalnya diketuai oleh Kepala Divisi Propam Polri menjadi sangat berkuasa. Boleh jadi kewenangannya lebih dari Kapolri sendiri yang seharusnya bertanggung jawab kepada Presiden.

Sehingga, bentuk penyelewengan yang terjadi menjadikan Satgassus menjalankan “operasi gelap dan ilegal” justru sebagai penjaga dan pelindung oknum orang, kelompok dan atau bersifat mafia yang bergerak dan berusaha di bidang usaha yang dilarang oleh Undang-Undang yang justru seharusnya wajib diberantas dan diperangi nya, seperti: perjudian (Konsorsium 303), peredaran narkoba, penyelundupan barang dan orang (trafficking), peredaran miras, prostitusi dan hiburan malam, penipuan investasi bodong, pelarian para koruptor kakap, penggelapan pajak konglomerasi, dsb.

Di tengah peran dan fungsi kebiadaban dan amoral lembaga kepolisian ini, mungkin hanya tangan Tuhan yang mampu membongkar kejahatan nya melalui terbunuhnya Brigadir J di “tangan sang raja iblis” FS yang tengah memimpin Satgassus Merah Putih ini.

Maka, terkuaklah seluruh kejahatan yang telah sekian lama disembunyikan dan back up-nya menjadi sumber pundi-pundi bernilai belasan trilyun setiap bulannya. Boleh jadi telah tercurah dan tersiram ke lembaga-lembaga yang memiliki label politik “berkuasa dan penguasa”. Juga rangkaian jaringan terdekatnya di lembaga peradilan, seperti Jaksa, Hakim dan Lapas, makanya seringkali disebut mafia peradilan. Sudah pasti termasuk di lingkaran istana juga.

Indikasinya tampak nyata, meski Presiden sudah memerintahkan empat kali Kapolri agar kasus domestik atau pribadi FS yang membunuh secara terencana dan keji secara transparansi mungkin, ternyata memakan waktu berbulan-bulan untuk sampai terselesaikannya pemberkasan perkara menjadi P21.

Apalagi untuk menyentuh hukum upaya menindak kejahatan kinerja Satgassus Merah Putih itu yang sungguh sudah diboboti penuh sarat politis akibat eskalasi besarnya dana kompensasi yang telah disiramkannya itu?

Belum apa-apa, ketika organisasi Satgassus baru tersiar, dengan sangat lugas dan kecepatan yang sangat luar biasa organisasi non struktural itu dibubarkan oleh Kapolri. Sungguh drama kongkalikong Polri melindungi lembaga Kepresidenan yang menjadi tumpuan langsung pertanggungjawabannya??!

Yang jelas, di masa penghabisan periodenya Jokowi sebagai Presiden telah memberikan legacy buruk bagi bangsa dan negara. Terutama, semakin sulit dan susahnya upaya memuluskan langkah demokratisasi untuk memilih kepemimpinan baru yang sudah seharusnyalah tanpa oligarki dan Satgassus. Yang eksistensinya hanya semakin menyengsarakan rakyat saja!!

Walahua’lam Bishawab

Mustikasari-Bekasi, 2 Oktober 2022

Dairy Sudarman, Pemerhati politik dan kebangsaan.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button