Prinsip Islam Menghindari Perilaku Boros
Tidak hanya berdampak pada individu, perilaku boros juga membahayakan orang lain dan lingkungan. Hal ini terjadi ketika konsumsi dilakukan berdasarkan keinginan semata, bukan kebutuhan.
Banyak orang membeli berbagai makanan atau minuman, tetapi hanya mengonsumsinya sebagian, sehingga sisanya menjadi sampah makanan (food waste). Sampah ini menumpuk dan mencemari lingkungan, menjadikannya salah satu limbah terbesar di Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Lebih tragis lagi, makanan atau minuman yang masih layak konsumsi sering kali dibuang begitu saja, sementara banyak orang lain yang justru membutuhkannya. Fenomena ini sering ditampilkan dalam konten-konten media sosial, menunjukkan betapa seriusnya masalah pemborosan ini. Sebagai umat Islam, perilaku boros seperti ini menjadi sebuah keprihatinan yang harus kita renungkan bersama.
Jamaah salat Jumat yang berbahagia!
Perilaku boros tidak hanya terbatas pada makanan dan minuman, tetapi juga meluas ke kebutuhan sandang dan papan. Misalnya, banyak orang membeli pakaian yang sedang tren pada masanya, tetapi ketika tren tersebut berlalu, pakaian itu dibuang meskipun masih layak pakai.
Begitu pula dengan lahan kebun yang dibeli untuk membangun rumah pribadi atau bisnis. Sayangnya, banyak dari bangunan tersebut dibiarkan terbengkalai akibat manajemen yang buruk.
Perilaku seperti ini tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga berdampak pada masyarakat sekitar, khususnya mereka yang membutuhkan pakaian dan tempat tinggal. Pemborosan sumber daya ini menjadi tantangan serius yang perlu disikapi dengan bijaksana.
Jamaah salat Jumat yang berbahagia!
Islam memberikan panduan dan tuntunan dalam masalah perilaku konsumsi ini. Berdasarkan Al-Qur’an surah Al-A’raf, ayat 31 yang telah Khothib baca sebelum ini, dalam pandangan Islam, perilaku konsumsi harus menghindari perilaku boros atau israaf dalam menggunakan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu perilaku konsumsi juga harus menjaga unsur kehalalan dan thayyiban (baik). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Nahl, ayat 114:
فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
Makanlah sebagian apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai (rezeki) yang halal lagi baik dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.(Q.S. Al-Nahl [16]: 114).
Dengan demikian, perilaku konsumsi dalam pandangan Islam harus menyeimbangkan aspek material dan spiritual.
Jamaah salat Jumat yang berbahagia!
Al-Qur’an surah Al-A’raf, ayat 31 dan surah Al-Nahl, ayat 114 yang telah Khothib baca sebelum ini menjadi prinsip dalam perilaku konsumsi dalam Islam.