PSBB: Obat, Madu, dan Racun di Tangan Jokowi
Pilihan sulit
Desakan Budi Hartono dan Syafii Maarif yang berbeda kepentingan, membuat Jokowi dalam dilema besar.
Kepada para menterinya Jokowi sudah secara jelas —tapi bukan tegas — agar lebih mengutamakan kesehatan ketimbang ekonomi.
Namun ucapan itu bisa diartikan hanya sekedar public relation, hanya lips service.
Meminjam istilah anak-anak muda sekarang “utamakan kesehatan, tapi boong.”
Terbukti ketika Anies Baswedan berniat menarik rem darurat, dia diserang oleh para menteri dan beberapa kepala daerah di sekitar Jakarta.
Narasi yang dibangun senada. Seperti sebuah orkestrasi besar. Kebijakan Anies menghancurkan ekonomi nasional.
Konduktor orkestrasi besar itu tak tanggung-tanggung. Langsung dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Desakan untuk mengutamakan kesehatan, termasuk WA dari Syafii Maarif sesungguhnya obat. Pahit, tapi insyaallah akan menyehatkan.
Sebaliknya iming-iming pertumbuhan ekonomi seperti dinyatakan bos Pabrik rokok Budi Hartono adalah racun disalut madu. Kelihatannya manis, tapi dampaknya sangat mematikan.
Bagaimana Jokowi menyikapinya?
Kita bisa membacanya dari keputusan Anies Baswedan. Jelang pemberlakuan PSBB total, Anies mendapat tekanan keras dari para punggawa Jokowi di kabinet.
Jalan tengahnya kompromi. Kebijakan PSBB total menjadi PSBB diperlonggar.
Keputusan Anies adalah dejavu. Persis seperti tarik menarik pada awal pandemi. Anies menginginkan lockdown. Pemerintah pusat maunya PSBB.
Kita sudah melihat hasilnya sekarang. Jumlah korban terus meningkat. Kita juga belum tahu kapan masa puncak dan berharap kemudian melandai.
Di media, Walikota Bogor Bima Arya Sugianto, salah satu pendukung Jokowi hanya bisa meratap dan menyesali.
“Kalau saja enam bulan lalu, lima bulan lalu, atau tiga bulan pertama, serempak presiden sampaikan nomor satu kesehatan, kita lockdown semua, luar biasa itu,” kata Bima dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Sudah sangat jelas, Jokowi lebih memilih tetap mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Lebih tepatnya mengakomodasi kepentingan para taipan dan korporasi besar. Bukan kesehatan rakyat.
Jokowi lebih memilih racun bersalut madu, ketimbang obat pahit yang menyehatkan.
Seperti Bima Arya kita tinggal bisa berandai-andai. Kalau saja, andai saja semua mulai siuman seperti Buya Syafii Maarif. end
Hersubeno Arief
sumber: facebook hersubeno arief