OASE

Puasa: Ladang Pahala bagi Hati, Lisan dan Akal

Puasa merupakan ibadah yang memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Saat puasa kita dianjurkan untuk menahan diri dari makan dan minum, dan hal-hal yang membatalkan dari terbitnya fajar hingga terbenam matahari. Lebih dari itu puasa juga merupakan ladang pahala yang luas, untuk hati, lisan dan akal, tiga aspek fundamental yang membentuk kehidupan manusia.

Di balik tindakan menahan lapar dan dahaga, puasa menyimpan peluang besar untuk menjaga hati, menjaga lisan dari keburukan, dan memanfaatkan akal untuk berpikir lebih jernih. Jika dijalankan dengan kesadaran penuh, puasa dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kehidpan yang lebih baik di dunia, maupun di akhirat.

Hati adalah inti kehidupan spiritual manusia. Dalam Islam, hati (qalb) sering disebut sebagai pusat niat dan kesadaran. Rasulullah Saw bersabda, “Ketahuilah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia rusak, maka baiklah seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuillah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika seseorang berpuasa, hendaknya ia menahan diri, dari segala sesuatu yang membangkitkan nafsu. Jika menahan lapar dan haus hanyalah permulaan, maka yang lebih penting adalah menahan hati dari kecenderungan buruk dari hasad atau berprasangka buruk terhadap orang lain. Puasa memaksa hati untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah, mengingatkan bahwa segala kenikmatan duniawi adalah sementara dan yang abadi hanyalah hubungan baik dengan Allah.

Lisan merupakan bagian tubuh yang memiliki dampak besar dalam kehidupan manusia. Perkataan yang keluar dari lisan manusia akankah menjadi sumber kebaikan atau keburukan?

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Saat menjalankan puasa, menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia atau buruk adalah bagian integral dari kesempurnaan ibadah.

Ketika berpuasa, seseorang harus lebih berhati-hati dalam berbicara. Perkataan kasar, fitnah, atau ghibah (menggunjing) dapat merusak pahala puasa. Bahkan Rasulullah SAW memperingatkan bahwa ada orang yang puasanya hanya mendapatkan lapar dan haus karena lisannya tidak dijaga. Maka puasa dianjurkan juga untuk mengendalikan emosi dan menahan diri dari mengucapkan hal-hal yang tidak bermanfaat.

Lisan yang digunakan sebagai sarana pahala yaitu lisan yang digunakan untuk kebaikan selama puasa menjadi sumber pahala yang besar. Membaca Al-Qur’an, berzikir atau mengucapkan kata-kata yang baik kepada orang lain adalah bentuk amal yang sangat dianjurkan selama bulan Ramadhan. Misalnya, memberikan ucapan yang menyenangkan kepada orang lain atau mendoakan kebaikan untuk mereka adalah bentuk sederhana dari menjaga lisan yang dapat menghasilkan pahala besar.

Sedangkan dengan akal, manusia dapat membedakan antara yang baik dan buruk, serta memahami hidupnya di dunia. Namun, akal seringkali terganggu oleh nafsu dan keinginan duniawi yang tidak terkendali. Puasa memberikan kesempatan bagi akal untuk beristirahat dari distraksi tersebut dan kembali fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.

Selain itu, puasa juga berfungsi sebagai sarana untuk meingkatkan kecerdasan spiritual. Kehidupan sekarang yang dunia modern, kecerdasan sering kali diukur dari kemampuan intelektual atau emosional seseorang, tetapi puasa mengajarkan bahwa kecerdasan spiritual tidak kalah penting. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memahami tujuan hidup dan menghubungkannya dengan Sang Pencipta.

Selama puasa, akal diajak untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah di sekitar kita. Dengan menyadari betapa kecilnya manusia di hadapan Allah, seseorang dapat mengembangkan rasa tawakal dan kerendahan hati. Akal yang digunakan untuk memahami kebesaran Allah akan membawa seseorang pada peningkatan iman dan kesadaran spiritual. Wallahu a’lam bishawab. []

Arini Bunga Firdaus, Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Artikel Terkait

Back to top button