#Ramadhan Berkah 1446 HNUIM HIDAYAT

Puasa Menurut Imam Ghazali

Ulama besar Imam Ghazali membagi puasa dalam tingkatan. Pertama, puasa umum (shaum al am). Puasa umum ini kebanyakan dilaksanakan orang-orang awam. Puasa ini pelakunya menjaga perut dari masuknya makanan dan minuman serta menjaga kemaluan dari syahwat.

Kedua, puasa Istimewa (shaum al khas). Puasa ini selain menjaga perut dan syahwat, juga menjaga telinga, mata, lisan, tangan dan kaki serta anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa. Puasa ini dilakukan orang-orang shalih.

Ketiga, puasa yang paling Istimewa (shaum khusus al khusus). Puasa ini menjaga hati dari perasaan tercela dan pemikiran duniawi yang kotor, menjaga hati dari semua perkara selain Allah Yang Maha Luhur dan Maha Agung. Puasa ini menjauhi perkara-perkara duniawi yang tidak ada hubungannya dengan akhirat Puasa ini dilakukan para nabi dan auliya’.

Puasa menurut Imam Ghazali adalah untuk mengurangi diri dari memakan yang halal. Seperti orang yang mengonsumsi obat sekadarnya agar tidak overdosis. Makanan haram jelas harus dihindari, karena makanan haram adalah racun mematikan bagi agama. Makanan halal adalah obat yang berguna bila dikonsumsi dalam jumlah sedikit dan menjadi racun bila dimakan berlebihan.

Ada enam amalan sunnah dalam menjalankan puasa:

  1. Mengakhirkan sahur
  2. Menyegerakan berbuka dengan kurma atau air, sebelum shalat
  3. Tidak bersiwak setelah tergelincirnya matahari
  4. Menjadi dermawan di bulan Ramadhan, sebab di bulan ini terdapat keutamaan bagi orang yang bersedekah
  5. Tadarus Al-Qur’an
  6. Iktikaf di masjid, terutama sepuluh hari yang terakhir

Imam Ghazali juga menyatakan bahwa ahli fikih Zahir menetapkan syarat-syarat Zahir dengan dalil-dalil yang lebih lemah dibandingkan dengan dalil-dalil yang telah kami jelaskan tentang syarat-syarat batiniah. Misal tentang larangan bergunjing dalam puasa dan sejenisnya. Hal ini karena ulama fikih Zahir tidak dituntut untuk memberikan syarat, kecuali yang mudah bagi orang-orang umum, yakni mereka yang lupa dan masih terseret syahwat duniawi.

Sementara ulama tasawuf saat mengatakan sah itu bermakna diterima ibadah (qabul). Qabul ini adalah tercapainya tujuan puasa. Mereka amat paham, tujuan dari puasa adalah berperilaku dengan menghayati salah satu sifat Allah Taala yaitu Shamadiyah (dari kata ash shamad, Dzat Yang Dituju). Begitu pula mengikuti perilaku para malaikat -yang tidak memiliki syahwat- menahan diri dari syahwat, semampunya.

Manusia memiliki derajat di atas derajat hewan, karena kemampuannya untuk mengatasi syahwatnya dengan akal. Manusia berada di bawah derajat malaikat karena masih dapat dikuasai syahwat dan mereka diuji untuk selalu melawannya. Sebab itu, saat manusia terjerumus dalam syahwat, maka ia terjerembab dalam derajat terendah (asfala safilin) dan menjadi setara dengan hewan. Begitu pula saat manusia mampu mengatasi syahwat, maka ia terangkat dalam derajat tertinggi (a’la iliyyin) dan setara dengan barisan para malaikat.

Semoga dalam bulan Ramadhan 1446 H ini, meningkat status kita dari puasa orang umum, menjadi puasa orang Istimewa atau orang yang paling Istimewa. Amin. []

Nuim Hidayat
Sumber: Imam Ghazali dan Izzuddin bin Abdussalam, Kitab Puasa, Turos, Jakarta, 2022.

Artikel Terkait

Back to top button