Putri Gus Dur Klaim Radikalisme dan Intoleransi Terus Meningkat
Bogor (SI Online) – Putri sulung mendiang Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid, mengklaim trend intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Yenny mengklaim, peningkatan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kontestasi politik, ceramah atau pidato bermuatan ujaran kebencian, serta postingan bermuatan ujaran kebencian di media sosial.
“Hasil survei yang dilakukan Wahid Institute menunjukkan trend intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata Yenny dalam dialog “Kick Andy” yang diselenggarakan di Kampus IBI Kesatuan, Kota Bogor, Sabtu 18/01/2020.
Direktur Wahid Institute itu mengatakan, dari hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 0,4 persen atau sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal.
“Data itu dihitung berdasarkan jumlah penduduk dewasa yakni sekitar 150 juta jiwa. Karena, kalau balita tidak mungkin melakukan gerakan radikal,” katanya.
Ada juga kelompok masyarakat yang rawan terpengaruh gerakan radikal, yakni bisa melakukan gerakan radikal jika diajak atau ada kesempatan, jumlahnya sekitar 11,4 juta jiwa atau 7,1 persen.
Sedangkan, sikap intoleransi di Indonesia, menurut Yenny juga cenderung meningkat dari sebelumnya sekitar 46 persen dan saat ini menjadi 54 persen.
Lalu apa yang dimaksud Yenny tentang radikalisme dan intoleransi?
Menurut Yenny, radikalisme adalah tindakan yang merusak atau berdampak merusak kelompok masyarakat lainnya di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia, misalnya perusakan rumah ibadah agama lain.
Sedangkan, intoleransi adalah sikap yang melarang atau tidak membolehkan, kelompok lain atau orang lain, mengekspresikan hak-haknya, misalnya dilarang melakukan kegiatan yang legal.
“Sebagai contoh, etnis tertentu tidak boleh bekerja di profesi tertentu atau tidak boleh menampilkan budaya etniknya,” katanya.
red: farah abdillah
sumber: ANTARA