Radikalisme: Alat Menyerang Islam
Hegemoni kapitalisme yang telah merajai dunia hampir satu abad lamanya, merasa terancam dengan Islam sebagai sebuah mabda (ideologi). Para pengusung kapitalisme pun berusaha menyerang Islam dengan menjadikan radikalisme alat perang melawan Islam.
Perang terhadap radikalisme ini tidak hanya muncul di Indonesia. Ada trend di ranah global yang berubah. Setelah Amerika yang dulu memakai war on terorisme (WOT) sebagai alat propaganda melawan Islam kini mengubahnya dengan war on radicalism (WOR). Dewan keamanan Donald trump menyatakan kini Amerika Serikat sedang berperang dengan “terorisme radikal Islam” atau “Islam radikal” atau sesuatu yang lebih luas lagi, seperti “Islamisme”.
Mereka menggambarkan perang ini sebagai perjuangan ideologis untuk melestarikan/mempertahankan peradaban Barat, seperti perang melawan Nazisme dan Komunisme. Mereka menyebut, perang ini tidak terbatas pada Muslim Sunni atau Syiah ekstremis, tetapi Islam secara menyeluruh, khususnya mereka yang ingin mengambil kekuasaan negara.
Stave Bannon, pria yang banyak dianggap pemikir ideologis Pemerintahan Trump, percaya bahwa Amerika sedang, “Pada tahap awal perang global melawan fasisme Islam”. Para penasehat keamanan yakin Islam adalah ancaman peradaban Barat.
WOR di Indonesia kian massif digunakan untuk membendung gerakan para mubaligah dan ormas Islam yang lantang menyerukan penegakkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kancah kehidupan.
Alat gebuk radikalisme ini juga dipakai untuk mempersekusi kajian para dai yang vokal menyuarakan kebenaran dan tegaknya syariat Islam. Seperti yang dialami Ustaz Abdul Shomad, Ustaz Felix Siauw, Ustaz Tengku Dzulqarnain dsb.
Narasi perang melawan radikalisme juga digencarkan dengan opini yang dibangun melalui hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga survey, salah satunya survey yang dilakukan oleh Direktur Riset Setara Institute, Halili mengungkapkan sebanyak 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia terpapar paham radikalisme. Hal itu diungkapkan Halili berdasarkan hasil penelitian yang bertajuk “Wacana dan Gerakan Keagamaan di Kalangan Mahasiswa: Memetakkan Ancaman atas Negara Pancasila di PTN.” (Suara.com, 31/05/2019).
Selain menggunakan radikalisme sebagai alat menyerang Islam dan umat Islam, rezim saat ini juga menggunakan pasal-pasal karet dan strategi devide et impera (politik belah bambu) dengan mendukug suatu kelompok yang sejalan dengan rezim dan menginjak kelompok Islam yang istiqamah melakukan amar makruf nahi mungkar dihadapan penguasa. Sejatinya setiap Muslim adalah saudara, seyogyanya jangan sampai terjebak dalam politik adu domba yang dilancarkan Barat serta anteknya dan bersatu memperjuangkan tegaknya syariat Allah di bumi-Nya walaupun diserang dengan berbagai propaganda dan fitnah. Wallahu’alam bishawwab.
Anisa Fitri Mustika Bela
Aktivis Penggerak Mahasiswa