Rakyat itu Hanya Jadi ‘Pemulung’ Negara
Terjadi peristiwa seorang suami dibunuh dengan dibakar oleh istrinya, keduanya berprofesi sesama polisi. Ternyata, penyebabnya dipicu oleh sang suami yang kerap kali teracuni kecanduan bermain judol.
Jelas, ini dampaknya sudah sangat parah tidak saja sangat memperdayakan lembaga kepolisian selayaknya sebagai garda paling terdepan melindungi rakyat dari judon ini.
Sebaliknya, bahkan telah merusak tatanan ekonomi keluarga dan rumah tangga anggotanya. Sekaligus, bagi setiap warga negara bangsa ini yang boleh jadi jumlahnya berpuluhan juta telah terjerumus kecanduan judon itu.
Lantas, harus diapakan jika rumah tangga negara juga telah dirusak oleh judon ini?
Terlebih, transaksi uang judon ini bisa menimbulkan kepanikan memicu seperti “rush”. Niscaya akan mengguncang kedaulatan perekonomian negara ini pula.
Sirkulasi dananya berlarian dan terbang ke luar negeri. Oleh karena lenders bandar judinya mayoritas berada di nyaris 20 negara.
Termasuk, pinjol legal-ilegal dan tindak kriminal siber lainnya yang sangat sulit terlacak, semakin mempermulus dan memperlancar pelarian dana kita ke luar negeri.
Sementara, kita masih belum memiliki UU Digitalisasi yang mampu memproteksinya apalagi mencegahnya secara yuridiksi hukum. Baik melalui upaya advokasi maupun arbitrase-nya.
Ironisnya, kondisi ini pun disertai semakin bertambah banyak dana berlarian pula keluar negeri diakibatkan kebiasaan buruk kebijakan sistem perdagangan negara dengan kegemarannya mengimpor.
Termasuk, tak terbendungnya adanya serbuan luar biasa barang-barang China membanjiri kita seringkali sebagai hasil tindak kejahatan smuggling. Tak lepas dari permainan persekongkolan dan korupsi oknum aparatur negara pula.
Sedangkan, kemampuan perdagangan kita hanya mengekspor bahan-bahan baku dan mentah yang tak banyak memiliki nilai tambah, seperti bahan-bahan pertambangan dan minerba yang seharusnya dihilirisasi terlebih dahulu.
Sehingga, mampu meraup beratus-ratus kali peningkatan keuntungan dari harga jual ekspornya.