RESONANSI

Rakyat itu Hanya Jadi ‘Pemulung’ Negara

Faktualisasinya eksplorasi bahan-bahan tambang itu tidak saja banyak yang ilegal, banyak dikorupsi pula oleh oknum pejabat. Lebih parahnya lagi malah banyak dikuasai pemain asing.

Yang difasilitasi oleh pejabat setingkat menteri di kabinet dan bukan suatu kebetulan para menteri itu ternyata pebisnis pengusaha pertambangan pula.

Maka, uang beredar, likuiditas moneter dan keuangan di dalam negeri kita nyaris habis karena dibawa kabur dan hilang melenyap ke luar negeri dengan jumlah sangat luar biasa besar setiap bulannya.

Ini sungguh telah dan akan berdampak sangat mengerikan. Semakin memperdalam jurang disparitas perekonomian di dalam negeri antara yang kaya akan semakin kaya dengan yang miskin semakin akan termiskinkan dan dimiskinkan; antara korporasi yang besar dengan UMKM, koperasi, pedagang kecil dan kaki lima yang hari-hari ini tengah satu per satu berguguran dan sekarat dikarenakan tertimpa beban berat berkurangnya daya beli rakyat, yang semakin melemah dan melesu, sudah sangat sepi, bahkan mati suri.

Jadi teringat di masa Orde Baru lalu. Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun dan telah menjadi penguasa represif dan otoriter banyak menutup kran kepentingan demokrasi:

Namun, seperti yang dijelaskan oleh ekonom Arthur William tentang teori trickel down effect, ternyata implementasi praksis pertumbuhan ekonominya terbuktikan masih mampu meneteskan kesejahteraan ke rakyatnya: masih mendapatkan biaya pendidikan gratis; menjamin biaya kesehatan lebih murah; dan ini yang paling membahagiakan rakyat selalu ada ketersediaan pangan murah dikarenakan keberhasilan dari upaya swasembada. Terutama, di kesembilan kebutuhan bahan pokoknya.

Sedangkan, di era Jokowi yang hanya satu dekade banyak dianggap telah berhasil membangun infrastruktur.

Yang terjadi justru sebaliknya, hanya menimbulkan efek menetes tersisa. Itu pun berasal dari sampah ekonomi —The Rubbish Down Effect.

Kemudian rakyat dibiarkan menelannya, sekalipun itu mengakibatkan rasa anyir di mulut dan mual di perutnya.

Lantas, pertanyaannya apalagi yang bisa diharapkan oleh negeri ini ketika terjadi transisi demokrasi —dengan Pilpres 2024 yang baru diselenggarakan lalu—hanya menghasilkan pemimpin baru di pemerintahan negeri ini berasal dari hasil kecurangan TSM dan inskontitusional alias cacat hukum?

Program keberlanjutannya pun hanya akan menguntungkan penyokong utamanya para oligarki konglomerasi beserta struktur mafia-mafiosonya?

Sekaligus, sikap dan perilaku rezim penguasa otoriter selama ini semata-mata hanya akan menyemaikan semakin tumbuh suburnya KKN di seluruh lini infrastruktur pemerintahannya, seperti: DPR, MA, MK, Kabinet, Polri, TNI dsb yang sudah tengah sangat marak dan menyeruak di mana-mana saat ini? Tetap saja telah semakin dan semakin mengabaikan penderitaan rakyatnya?

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button