OPINI

Rakyat Menunggu Pertanggungjawaban Nawacita

Dari 9 poin gagasan Nawacita, saya menilai sebagian besarnya gagal. Saya hanya memberikan nilai positif pada poin pembangunan daerah perbatasan. Itupun sebatas gedung yang kelihatan megah tapi tak berisi. Jadi Nawacita menurut saya tak berhasil alias gagal.

Begitu juga dengan janji mewujudkan kemandirian ekonomi. Bagaimana bisa kita mandiri, jika yang diutamakan ekonomi impor? Kita impor beras saat petani kita sedang panen, kita impor gula saat stok gula nasional berlebih, lalu mau mandiri dari mana?

Apalagi janji Reforma Agraria 9 juta hektare, dalam empat tahun terakhir yang terealisir saya catat hanya sekitar 700 ribu hektare saja. Senjang sekali antara apa yang dijanjikan dengan apa yang bisa direalisasikan.

Hal yang sama juga terjadi pada poin meningkatkan daya saing di pasar internasional. Rekor defisit neraca perdagangan yang tembus US$8,57 miliar sepanjang 2018 lalu, yang merupakan rekor defisit terbesar sepanjang sejarah kita, merupakan bukti nyata pemerintah gagal mengangkat daya saing nasional. Kita hanya menjadi bangsa pengimpor saja saat ini.

Kesimpulannya Nawacita sekedar jargon yang tidak benar-benar diperjuangkan dan gagal direalisasikan. Pemerintah tak bisa menerjemahkan gagasan-gagasan itu ke dalam kerja-kerja nyata.

Tak heran, dalam kampanye untuk Pilpres 2019 ini, kubu petahana tak lagi menyebut dan mengampanyekan Nawacita. Coba baca dokumen visi dan misi Saudara Joko Widodo yang baru, hanya dua kali istilah Nawacita disebut. Itupun hanya di bagian pembukaan.

Sebuah agenda yang gagal memang akan jadi beban jika dikampanyekan ulang. Orang justru akan diingatkan kepada kegagalan agenda tersebut. Sayang, kita tidak punya forum kenegaraan khusus di mana kita bisa mengevaluasi kinerja pemerintah dalam rentang lima tahunan. Sehingga, Nawacita hanya jadi jargon, minus pertanggungjawaban.

Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Wakil Ketua DPR RI

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button