Ramadhan Bulan Kemerdekaan: Nuansa Spiritual Detik-Detik Proklamasi
Keistimewaan kedua, nuansa spritual detik-detik Proklamasi sangat kental yaitu ketika Dr. Muwardi Ketua Barisan Pelopor membacakan teks Piagam Jakarta, dan Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana syahdu, mereka dalam kondisi shaum, bertepatan pada Jumat ‘Sayyidul Ayyam’ – penghulunya hari, tanggal 9 Ramadhan 1364 saat umat Islam juga sedang menunaikan Rukun Islam, Shaum Ramadhan sebagai pelaksanaan ‘Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Itulah yang disebut hari baik dan bulan baik, atas Qudrat dan Iradat Allah Yang Maha Kuasa yang menjadi dambaan seluruh rakyat Indonesia, ‘Kemerdekaan Nasional’ menuju ‘Kemerdekaan Sejati’.
Momen Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan, yang Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan Keinginan Luhur Rakyat Indonesia, menegaskan suatu keniscayaan bahwa ‘Agama dan Negara saling Memberi Makna’. Agama memberi makna Ukhrawi dalam Kehidupan Bernegara dan Negara memberi Makna Duniawi dalam Kehidupan Beragama.
Sekaligus sebagai pengejewantahan pengembangan Lima Pilar Peradaban Islam yang terintegrasi. (1) Pribadi yang Istiqamah (041.030 & 046.013), (2) Keluarga yang Sakinah (030.020), (3) Tetangga yang Salamah (004.036 & 024.027), (4) Masyarakat yang Marhamah (090.017 & 048.029), (5) Baldah yang Thayyibah (034.015 & 007.096). Dengan demikian Penyelenggaraan Kehidupan Bernegara bagi kaum Muslimin sarat dengan nuansa spritual yang kental, sebagai pelaksanaan tugas-tugas Kekhalifahan (002.030) yang kelak di akhirat akan mendapat ganjaran pahala.
Untuk mengembalikan nuansa spritual yang kental dan suasana kebatinan yang syakral itu, bangsa Indonesia seyogyanya memperingati Hari Kemerdekaan Nasional pada 9 Ramadhan, paling tidak setiap tahun genap. Angka sembilan adalah angka istimewa yang merujuk founding fathers ‘Bapak Pendiri Bangsa’ penanda tangan Piagam Jakarta yang berjumlah 9 orang. (1) Ir. Soekarno, (2) Drs. Mohammad Hatta, (3) Mr. A. A. Maramis, (4) Abikoesno Tjokrosoejoso, (5) Abdoelkahar Moezakir, (6) Hadji Agoes Salim, (7) Mr. Achmad Soebardjo, (8) Wachid Hasjim, (9) Mr. Muhammad Yamin.
Disamping itu, angka sembilan juga merujuk Sembilan Wali yang terkenal di Nusantara, Walisongo. (1) Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim) 801 H/1392 M – 882 H/1419), (2) Sunan Ampel (Ali Rahmatullah/Raden Rahmat) 1423 M – 1484 M), (3) Sunan Giri (Raden Paku) 1433 M – 913 H/1506 M, (4) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) 1448 M – 1568 M, (5) Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim/Raden Makdum) 1450 M – 1525 M, (6) Sunan Drajat (Mahmud/Masaih Munad) 1470 M – 1522 M, (7) Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) 1450 M – 1628 M, (8) Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid/Raden Seco) 1450 M – 1512 M, (9) Sunan Muria (Raden Umar Sa’id) – 1593 M. ‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya’ kata Bung Karno. Dan bukan suatu hal yang kebetulan, angka sembilan juga merujuk jumlah huruf INDONESIA.
Bagi kaum muslimin Indonesia peringatan “Detik-detik Proklamasi yang sarat dengan nuansa Spritual” itu, seyogyanya disatukan dengan peringatan Nuzul Qur’an. Diselenggarakan di seluruh masjid-masjid besar di seantero Tanah Air, terutama di Masjid Raya di Ibu Kota Provinsi dan di Masjid Agung di Ibu Kota Kabupaten/Kota. Acara diawali dengan pembacaan Ayat-ayat Suci Qur’an, pembacaan teks Piagam Jakarta dan Teks Proklamasi Kemerdekaan. Dilanjutkan dengan Taushiyah Siyasah dengan tema “Ramadhan Bulan Kemerdekaan – Hubbul Wathan Minal Iman”. Biar umat semakin cerdas memahami Kehidupan Bernegara dan Kehidupan Beragama yang saling memberi Makna, sekaligus mengaktualkan paradigma ‘Hubbul Wathan Minal Iman’, Cinta Tanah Air bagian dari Iman.
Catatan Akhir
Sebagai catatan akhir, suatu hal yang sangat menggembirakan bagi hamba-hamba Allah yang shaum dan Tadarus Qur’an adalah bahwa kelak di hari Kiamat ‘Shaum dan Qur’an’ berlomba-lomba, seolah-olah rebutan memberikan syafaat.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Shaum dan Qur’an akan memberi syafaat kepada seorang hamba. Shaum berkata, ‘Wahai Rabbku! Aku telah menghalanginya dari makan dan minum siang hari, maka terimalah syafaatku untuknya’. Qur’an berkata, ‘‘Wahai Rabbku! Aku telah menghalanginya tidur malam hari, terimalah syafaatku untuknya’. Maka kedua syafaat itu diterima”. (H.R. Ahmad, Thabarani dan Ibnu Abi Dunya dari Abdullah bin Umar).