Ramadhan tanpa Junnah, Palestina Kembali Membara
Pendeta Sophronius menatap gerbang Yerusalem. Ia gelisah menanti Umar bin Khattab. Ya, ia dengan tegas mengatakan, tidak ada seorang pun yang boleh masuk Yerusalem. Sebelum ia bertemu Sang Khalifah.
Begitu sosok yang ditunggunya tiba. Ia terkesima. Terkaget-kaget melihat pemandangan di depan matanya. Penduduk Yerusalem pun dibuat takjub. Sang Khalifah yang namanya ditakuti lawan dan disegani kawan, datang dengan berjalan kaki. Sementara untanya ditunggangi oleh pelayannya.
Negosiasi pembebasan Yerusalem pun berlangsung damai. Negosiasi ini pun dikenal dengan sebutan Umariyyah Covenant. Hingga kini, kesepakatan itu masih disimpan di Gereja Suci Sepulchre di Yerusalem.
Itulah sedikit kisah kali pertama Palestina dibebaskan. Benar-benar dibebaskan dalam arti sesungguhnya. Tanpa pertumpahan darah. Tanpa ada perampasan harta benda. Bahkan darah, harta dan kehormatan penduduk Nasrani berada dalam pelindungan Islam. Itulah kemuliaan Islam yang berada dalam genggaman Sang Khalifah Umar bin Khattab.
Kali kedua Palestina dibebaskan melalui tangan Salahudin Al-Ayubi. Tepat pada 2 Oktober 1187, setelah 88 tahun dalam tirani Pasukan Salib, Palestina akhirnya kembali ke pangkuan Daulah Islam. Pertempuran Hattin menjadi saksi bagaimana pasukan Islam yang dipimpin Salahudin Al-Ayubi, berhasil menaklukan dan membebaskan kota suci itu dari kezaliman dan kebiadaban Pasukan Salib.
Kini di awal Ramadhan 1440 H, neraka berpindah di atas bumi Palestina. Diberitakan cnnindonesia.com, 6/5/2019, situasi Jalur Gaza, Palestina mencekam karena bombardir serangan Israel. Jumlah korban meninggal akibat serangan tersebut dilaporkan sudah mencapai 23 orang. Hingga saat ini Jalur Gaza masih terus membara.
Sedih. Ramadhan yang penuh berkah, dilewati dengan duka. Peluru dan rudal menjadi santapan kala sahur dan berbuka. Puluhan syuhada telah meninggalkan bumi Palestina dalam keadaan berpuasa. Dikabarkan banyak bayi dan kaum hawa yang justru menjadi korban.
Sungguh, ini kali ketiga Palestina menunggu dibebaskan. Menunggu Sang Khalifah dan Salahudin Al-Ayubi abad ini. Lalu, adakah pemimpin yang seberani Sang Khalifah dan setangguh Salahudin Al-Ayubi hari ini?
Hari ini kaum Muslimin dipisahkan oleh sekat nasionalisme semu sejak keruntuhan Khilafah pada 3 Maret 1924. Rasa empati dan peduli terhadap derita kaum Muslimin di belahan dunia yang lain mulai terkikis. Mirisnya, para pemimpin Muslim justru bersembunyi di balik ketiak musuh-musuh Islam. Tangan yang seharusnya diulurkan untuk menolong Muslim Palestina, justru disembunyikan di belakang punggung mereka.
Kecaman dan kutukan menjadi senjata ampuh menyembunyikan wajah mereka di hadapan Dunia Muslim. Namun, tak satupun pasukan militer dari negeri-negeri Muslimin mereka kirimkan untuk menyudahi segala kebiadaban dan kezaliman entitas Yahudi di bumi Palestina.
Palestina tak hanya membutuhkan ribuan doa, obat-obatan, makanan, pakaian dan tempat tinggal yang aman dan layak. Namun, lebih dari itu mereka butuh dibebaskan melalui tangan seorang pemimpin yang seberani Umar dan setangguh Al-Ayubi!
Palestina butuh dibebaskan oleh Sang Khalifah dalam naungan Khilafah. Sebab Khilafah adalah simbol persatuan umat Islam. Di mana keberadaanya menjadi alat pemersatu umat di seluruh dunia. Hanya di bawah Khilafah, umat ini tiada lagi tercerai berai. Dan disatukan oleh satu ikatan akidah, aturan, pemikiran dan perasaan yang sama yaitu Islam.
Khilafah juga merupakan junnah/perisai. Di mana kaum Muslimin berlindung di bawah naungannya. Sungguh hanya khilafahlah yang akan mengirimkan pasukannya untuk membebaskan Palestina dan mengakhiri dominasi Yahudi atas bumi Palestina. Khilafahlah yang akan mengembalikan harta, tanah dan kehormatan penduduk Palestina. Khilafahlah yang akan menjamin dan melindungi penduduk Palestina sepanjang eksistensinya.
Maka, mari kita jadikan Ramadhan mulia ini momentum untuk meningkatkan persatuan dan ukhuwah kaum Muslimin. Serta meningkatkan semangat kita untuk mengembalikan junnah kaum Muslimin di tengah umat. Tak lain untuk mewujudkan persatuan hakiki. Di mana persatuan hakiki hanya dapat terwujud hanya dalam naungan Islam saja. Insyaallah.
Ummu Naflah
Penulis, Member AMK