Rapat dengan Menag, Bukhori Soroti UPQ, KUA Hingga Kualitas Pendidikan Agama
Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyoroti sejumlah isu krusial belakangan ini yang menjadi domain Kementerian Agama. Pasalnya, ia mengaku mendapatkan sejumlah temuan penting dan laporan sepanjang melakukan proses advokasi di tengah masyarakat.
Pertama, politisi PKS ini menyoroti masalah perangkat mesin di Unit Percetakan Qur’an (UPQ) milik Kementerian Agama di Ciawi Bogor. Bukhori menyayangkan sejumlah mesin pencetak Qur’an di sana yang sudah dalam kondisi rusak. Tidak hanya itu, beberapa unit mesin juga masih berstatus sewa. Alhasil, keterbatasan fasilitas ini membuat kerja produksi tidak maksimal dalam mencetak Qur’an.
“Kebutuhan Qur’an kita bisa mencapai 4-5 juta eksemplar per tahun, sementara dengan kapasitas UPQ saat ini hanya mampu mencetak sekitar satu juta eksemplar. Ini terlalu jauh ketimpangannya, sehingga saya meminta Menteri Agama supaya memberikan perhatian serius atas isu ini. Sebab kebutuhan Qur’an adalah kebutuhan ibadah yang mendasar,” terangnya di hadapan Menteri Agama saat Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (31/5/2021).
Kedua, Ketua DPP PKS ini juga mengeluhkan lemahnya perhatian pemerintah dalam memenuhi jumlah guru agama yang dibutuhkan di sejumlah daerah. Pasalnya, politisi dapil Jateng I ini juga menerima sejumlah aspirasi dari pejabat Kementerian Agama di daerah yang mengeluhkan kurangnya SDM guru agama di wilayah mereka.
“Ada ketimpangan antara jumlah guru agama dengan guru umum yang dibutuhkan di sekolah umum maupun sekolah agama itu sendiri. Apalagi jika diukur dengan kuota PPPK, saya melihat Kementerian Agama belum serius mengupayakan jatah kuota PPPK yang maksimal bagi instansinya. Imbasnya, berdampak bagi nasib guru agama itu sendiri,” imbuhnya.
Bukhori lantas mendesak Menteri Agama untuk melakukan lobi yang kuat kepada pemerintah demi memenuhi kuota kebutuhan atas guru agama di daerah dengan cara memaksimalkan usaha memperoleh jatah PPPK lebih banyak dari pemerintah bagi Kementerian Agama. Selain itu, ia juga meminta guru agama honorer yang telah lama mengabdi dan baru beralih status menjadi PPPK tidak dianggap nol masa kerjanya.
“Mereka yang telah lama mengabdi, kemudian diberikan SK (PPPK), tidak boleh dilihat dari nol secara masa kerjanya. Ini sama saja merendahkan mereka,” tegasnya.
Lebih lanjut, anggota Badan Legislasi ini menyatakan dukungannya terhadap program revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA), dengan catatan program ini dibarengi dengan revitalisasi sumberdaya manusianya. Sebab, ia memandang KUA adalah lembaga yang bisa menjadi medium dalam menjembatani potensi konflik sosial di tengah masyarakat sehingga perlu diisi oleh SDM yang unggul dan mampu menjawab persoalan masyarakat. Dengan demikian, revitalisasi infrastruktur dan suprastruktur mesti berjalan beriringan.
“KUA adalah tempat dialog. Semua isu yang berpotensi memecah belah harus diselesaikan di KUA. Semakin banyak dialog, suasana kian kondusif karena hilang syak wasangka,” katanya.
Usaha memelihara kondusivitas, lanjutnya, salah satunya bisa diwujudkan dengan memastikan ketersediaan penyuluh agama dan guru agama yang memadai di setiap kecamatan. Misalnya, jumlah penyuluh agama di setiap kecamatan yang hanya berjumlah delapan orang dinilai tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan di setiap desa/kelurahan.
“Jumlah desa atau kelurahan dalam satu kecamatan bisa mencapai 20. Lantas apakah mereka sanggup untuk meng-cover semua wilayah itu?,” tukasnya.
Terakhir, Bukhori juga mendesak Menteri Agama untuk mendukung upaya perbaikan kualitas pendidikan agama di Indonesia, mulai dari SDM hingga infrastrukturnya. Sebab itu ia mendorong Menteri Agama supaya bisa memperjuangkan pendidikan agama dalam memperoleh hak anggaran 20% dari APBN yang dialokasikan khusus bagi pendidikan secara optimal.
Sebagai wujud keseriusan, politisi PKS ini lantas meminta Menteri Agama supaya menyiapkan “blueprint” yang komprehensif untuk diserahkan ke DPR terkait hal itu.
“Anggaran pendidikan agama harus terpenuhi haknya!,” pungkasnya.
red: shodiq ramadhan