Rasa Takut yang Mendatangkan Kebahagiaan
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
“Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
Inilah nikmatnya ketakutan dan kesulitan bagi orang-orang yang beriman. Ketika ketakutan itu benar-benar digunakan untuk semakin mendekat kepada Allah Azza wa Jalla dan dia bisa menahan hawa nafsunya demi ketakwaan tersebut, maka ia akan mendapatkan ganjaran kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat berupa surga yang abadi.
Rasa takut adalah pilar dari tauhid selain cinta, tawakal, dan harap. Barangsiapa yang sudah pandai menempatkan rasa takutnya hanya kepada Allah, maka seluruh dunia dan isinya akan takut pada dirinya. Namun sebaliknya, bila rasa takutnya kepada sesama mahluk melebihi rasa takutnya kepada Allah, maka setanlah yang akan menjadi “konsultan” rasa takutnya. Dan, seisi dunia akan membuatnya ketakutan. Hingga pada sesuatu yang sebenarnya biasa saja dan bukan apa-apa bagi orang lain.
Lalu, mengapa seseorang harus bisa menahan dan mengendalikan nafsunya? Karena, kesenangan yang berlebihan terhadap sesuatu yang bersifat keduniaan akan membuat orang terjerumus ke dalam maksiat kepada Allah dan rasa takutnya kepada Allah, di saat itu tentu akan menguap begitu saja. Begitu pula dengan kesedihan yang berlebihan. Inilah pentingnya merasa takut kepada kekuasaan Allah dan selanjutnya mampu menahan hawa nafsu.
Rasa takut yang mulia dan dikendalikan dengan keinginan beribadah kepada Allah ini, juga termasuk ke dalam kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi yang datang dari ketaatan kepada Allah Ar-Rahiim, akan benar-benar menghadirkan sosok yang mampu menampilkan akhlak terbaik yang terbit dari hati. Bukan sekadar kepura-puraan, protokoler, atau lip service belaka. Namun, datang dari hati yang tulus karena ingin mendapatkan rida dari-Nya.
Kembali kepada rasa takut dan berbagai rasa yang ada dalam diri kita; sebenarnya semua rasa itu boleh saja ada dalam diri kita. Karena, Allah ciptakan semua itu untuk mendorong kita melakukan yang terbaik dan bermanfaat. Nah, sekarang adalah waktunya bagi kita untuk mengevaluasi diri sendiri; apakah emosi atau segala rasa itu, lebih banyak mendatangkan maslahat atau mudharat?
Terakhir, apa yang kemudian dapat membuat hawa nafsu cepat mereda agar rasa takut kita pada Allah tetap terjaga? Ingatlah kita pada perjumpaan di suatu hari, dimana kita akan berhadapan langsung dengan Allah Ta’ala. Dengan setumpuk dosa dan menggunungnya catatan maksiat yang telah kita lakukan. Maka, kengerian yang kita rasakan akan hari itulah yang akan dengan cepat meredakan hawa nafsu yang berkecamuk dalam hati kita, melecut timbulnya takut, dan mendorong berbuat taat. Insyaallah.[]
KH Bachtiar Nasir, Pimpinan AQL Islamic Center.