Ratusan Petugas KPPS Meninggal: Buah Kerusakan Sistem
Semarak Pemilu masih kita rasakan hingga saat ini. Sejak 18 April-22 Mei mendatang memasuki tahapan rekapitulasi perhitungan suara setelah pelaksanaan Pemilu serentak 2019 pada 17 April lalu. Sekarang tinggal menunggu pengumuman resmi real count dari KPU.
Termasuk perasaan duka yang masih menyelimuti keluarga korban setelah kehilangan orang tercinta yang ikut menyukseskan Pemilihan umum ini. Proses Pemilu yang panjang membuat korban dan jajaran KPU dan Bawaslu terus berjatuhan. Hingga kemarin (26/4), sudah 326 petugas pemilu yang meninggal dunia. Perinciaannya 253 korban berasal dari jajaran KPU, 55 dari unsur Bawaslu dan 18 Personel Polri. (JawaPos.com)
Memang benar ajal di tangan Allah, seseorang tidak akan meninggal kecuali atas kehendak Allah SWT. Namun perlu kita pahami jumlah korban yang meninggal tidaklah sedikit. Meskipun beberapa dari mereka meninggal karena sakit dan kecelakaan tapi faktor terbesar adalah kelelahan, bahkan dikatakan dua di antaranya meninggal bunuh diri karena tidak tahan dan stres dengan beban pekerjaan yang begitu berat sehingga mereka memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Ini adalah peristiwa yang tidak wajar, tidak seharusnya proses pemilu sampai memakan korban. Maka kita perlu untuk mengkritisi bagaimana sistem pemilihan umum yang diterapkan oleh sistem Demokrasi.
Jika kita mau melihat lebih dalam sebenarnya sistem ini lahir dari Ideologi Kapitalis yang berakidahkan Sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sistem yang menjadikan kedaulatan berada ditangan rakyat dan menjadikan Allah Swt hanya sebagai pencipta bukan sebagai pengatur kehidupan. Rakyat melalui wakil-wakilnya dalam parlemen menetapkan peraturan perundangan guna mengatur mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang halal dan mana yang haram. Sehingga hukum dan aturan yang dilahirkan dari sistem ini adalah hasil pemikiran mereka yang lemah dan terbatas.
Maka tak heran jika peraturan yang diterapkan juga lemah dan banyak sekali kekurangan. Termasuk pengatauran pemilihan umum yang dilaksanakan lima tahun sekali ini yang terbukti gagal dan tidak efisien bahkan memakan korban.
Pemilu dalam Islam
Berbeda dengan Islam yang menjadikan kedaulatan di tangan syara’ dan kekuasaan di tangan rakyat. Yang menjadi landasan bagi pemerintahan Islam (Khilafah). Karenanya seseorang akan dapat menjadi pemimpin kaum muslim jika diberi mandat kekuasaan oleh rakyat sebagai pemilik kekuasaan tersebut. Maka disinilah diperlukan adanya akad antara rakyat dan calon Khalifah untuk menjadi Khalifah atas dasar ridha dan pilihan. Allah Swt melalui Rasulullah SAW telah menggariskan bahwa akad tersebut adalah ba’at.
Mungkin kita bisa ambil salah satu contoh pembai’atan Khalifah yang terbilang cepat, efisien dan tidak melibatkan banyak orang apalagi sampai memakan korban adalah proses pembai’atan Khalifah Abu Bakar r.a yang dipilih oleh Ahlul Hilli Wal’aqd (orang yang terpandang ilmunya, yakni kumpulan para ulama’) dari kaum muhajirin dan anshor dan dari merekalah akhirnya Abu Bakar r.a terpilih sedangkan umat yang lainnya tinggal mengikuti dan mentaati hasil keputusan mereka.
Bai’at serupa juga terjadi ketika umar merasa dirinya sudah dipenghujung hayat. Saat itu Umar menunjuk enam orang pemuka sahabat sebagai Ahlul Halli Wal A’qdi. Mereka diperintahkan untuk bermusyawarah agar dapat menentukan siapa yang layak menggantikan tempat kepemimpinan berikutnya. Hingga akhirnya mereka bersepakat untuk memberikan kepemimpinan itu kepada Utsman Bin Affan.
Sekarang tinggal kita melihat jika landasan sistemnya saja sudah salah maka bisa dipastikan apa-apa yang dihasilkan dari sistem tersebut juga salah dan rusak. Jika pemilihan pemimpinnya saja sudah gagal maka bagaimana dengan pemimpin yang terpilih nantinya?
Sebagai seorang muslim pastinya kita menginginkan pemimpin yang dalam pemerintahannya menggunakan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan segala permasalahan, sebagaimana dalam firman Allah yang artinya :
“Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat”. (TQS Al An’am ayat 155)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya, amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran daripadanya. (TQS Al A’raf ayat 3)
Wallahu ‘alam bishowab
Ruli Agustina
(Mahasiswi UMSIDA)