Refleksi Al Hasyr Ayat 7: Implementasinya di Indonesia
Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 7 menyatakan: “…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (QS. Al-Hasyr [59]:7).
Ayat ini mengandung prinsip fundamental dalam ekonomi Islam tentang distribusi kekayaan yang adil dan pencegahan konsentrasi kekayaan pada segelintir orang.
Dalam konteks Indonesia, ayat ini memberikan refleksi mendalam tentang kondisi ekonomi saat ini dan arah kebijakan yang seharusnya ditempuh untuk mencapai keadilan sosial-ekonomi.
Menurut tafsir Ibn Kathir, ayat ini merujuk pada distribusi harta fai’ (harta rampasan perang tanpa pertempuran) yang harus disalurkan dengan adil, tidak hanya kepada orang kaya. Tujuannya adalah mencegah penumpukan kekayaan oleh segelintir orang yang dapat menyebabkan ketidakadilan ekonomi.
Al-Qurtubi menekankan aspek keadilan sosial, bahwa sistem ekonomi Islam harus mempromosikan distribusi yang adil untuk mencegah disparitas ekonomi. Al-Tabari menjelaskan pentingnya mencegah ketimpangan ekonomi melalui sistem zakat, sedekah, dan distribusi fai’. Tafsir Jalalayn secara ringkas menyebutkan bahwa ayat ini bertujuan memastikan kekayaan tidak hanya terkonsentrasi pada orang kaya.
Laporan “Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024” yang dirilis oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan realitas yang kontras dengan prinsip dalam Al-Hasyr ayat 7. Laporan ini menunjukkan konsentrasi kekayaan yang ekstrem di Indonesia, di mana kekayaan 50 orang terkaya setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.
Kenaikan kekayaan tiga triliuner teratas selama 2020-2023 mencapai 174%, sementara pertumbuhan upah pekerja hanya 15%. Ketimpangan juga terlihat pada tingkat pejabat publik, dengan akumulasi kekayaan menteri-menteri Kabinet Joko Widodo hingga Februari 2024 mencapai Rp24,52 triliun, di mana empat menteri terafiliasi industri tambang memiliki 50% dari total kekayaan para menteri.
Ketimpangan generasi juga sangat mencolok, di mana anak muda membutuhkan 142 tahun bekerja dengan gaji Rp15 juta per bulan untuk menyamai kekayaan Gibran Rakabuming Raka. Dominasi sektor ekstraktif terlihat jelas, dengan separuh dari 50 orang terkaya memiliki bisnis di industri ini, yang sering kali tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat lokal. Lebih lanjut, terdapat keterkaitan erat antara kekayaan dan kekuasaan politik, dengan beberapa menteri merangkap sebagai ketua partai dan memiliki kekayaan triliunan rupiah.
Realitas ini menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari mewujudkan prinsip distribusi kekayaan yang adil sebagaimana dimaksud dalam Al-Hasyr ayat 7. Konsentrasi kekayaan yang ekstrem, pertumbuhan yang tidak merata, dan keterkaitan antara kekayaan dan kekuasaan politik menciptakan ketimpangan yang semakin melebar. Untuk mengatasi ketimpangan dan mewujudkan prinsip keadilan ekonomi sesuai Al-Hasyr ayat 7, Indonesia perlu menerapkan strategi pembangunan ekonomi inklusif.
Langkah-langkah menuju pembangunan ekonomi inklusif meliputi reformasi sistem perpajakan, penguatan UMKM dan ekonomi rakyat, pengembangan sektor pertanian berkelanjutan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerataan pembangunan infrastruktur, reformasi tata kelola sumber daya alam, pengembangan sektor keuangan inklusif, kebijakan pasar tenaga kerja yang adil, pengembangan ekonomi hijau dan berkelanjutan, serta penguatan sistem demokrasi ekonomi.
Reformasi sistem perpajakan harus mencakup penerapan pajak kekayaan progresif untuk redistribusi kekayaan dari kelompok super kaya, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem perpajakan untuk mencegah penghindaran pajak, serta evaluasi dan reformasi insentif pajak untuk memastikan manfaatnya tidak hanya dinikmati oleh kelompok kaya. Penguatan UMKM dan ekonomi rakyat dapat dilakukan melalui peningkatan akses modal dan teknologi, pengembangan rantai nilai yang melibatkan UMKM dalam industri besar, serta promosi ekonomi kreatif dan industri kreatif berbasis kearifan lokal.
Pengembangan sektor pertanian berkelanjutan perlu difokuskan pada modernisasi pertanian dengan teknologi tepat guna, perbaikan sistem distribusi hasil pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani, serta pengembangan agribisnis dan agroindustri yang melibatkan petani kecil. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dicapai melalui investasi besar dalam pendidikan dan pelatihan vokasi, pengembangan sistem jaminan sosial yang komprehensif, serta program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas.
Pemerataan pembangunan infrastruktur harus berfokus pada daerah tertinggal, peningkatan konektivitas digital untuk mengurangi kesenjangan informasi, serta pengembangan infrastruktur yang mendukung ekonomi lokal.
Reformasi tata kelola sumber daya alam perlu menerapkan prinsip keadilan dan keberlanjutan, meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA, serta melakukan diversifikasi ekonomi di daerah kaya SDA untuk mengurangi ketergantungan.