OPINI

Republik dalam Bahaya

Kriminalisasi terhadap Tom Lembong harus menjadi sinyal akan bahaya yang sedang dihadapi negara ini.

Bisa dipastikan Presiden Prabowo Subianto tak terlibat dalam kasus rekayasa hukum ini untuk tujuan politik. Itu terlihat dari sikap Partai Gerindra yang kecewa Kejaksaan Agung memaksakan Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan (2015-2016) sekaligus Co-Captain Tim Kampanye Anies Rasyid Bswedan-Muhaimin Iskandar, menjadi tersangka tindak pidana korupsi impor gula kristal mentah.

Kasus ini janggal karena, selain peristiwanya sudah lama, ada empat lagi menteri sesudah Lembong yang melakukan hal yang sama. Bahkan, jumlah impor yang mereka lakukan jauh lebih besar ketimbang yang dilakukan Lembong. Dan mereka semua aman.

Reaksi membela Lembaong, baik awam maupun pakar, dipicu perasaan ketidakadilan yang dialami tokoh pandai dan jujur ini. Awam mempertanyakan mengapa menteri lain pasca Lembong tidak disentuh. Sementara pakar melihat “kebijakan” tak bisa dikriminalkan.

Memang Lembong berperan penting selama kampanye pilpres berlangsung. Pentingnya Lembong bagi kubu Anies disebabkan ia pernah menjadi penasihat ekonomi dan pembuat pidato Presiden Joko Widodo selama sembilan tahun sehingga masukannya menjadi instrumental bagi Anies-Muhaimin dalam debat bidang ekonomi.

Lembong mengkritik hilirisasi nikel yang, selain terlalu diprioritaskan pemerintah sembari mengabaikan hilarisasi komoditas lain, merusak lingkungan. Dua menteri Jokowi, yakni Luhut Binsar Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia, mengecam pandangan Lembong ini.

Kendati Anies-Muhaimin adalah lawan Prabowo-Gibran, pemilu telah usai dan Prabowo-Gibran keluar sebagai pemenang.

Dus, tidak ada kepentingan Presiden Prabowo Subianto untuk menyingkirkan Lembong dari panggung politik. Lembong bukan tokoh popular dari komunitas agama minoritas yang berpotensi menjadi lawan Prabowo pada pilpres 2029.

Lagi pula, bukan timing-nya untuk membuat keributan di masyarakat di awal pemerintahan Prabowo-Gibran yang legitimasinya dipertanyakan lantaran dihasilkan oleh pemilu curang. Prabowo sendiri menginginkan stabilitas.

Yang perlu juga digarisbawahi, meskipun mengaku Jokowi sebagai guru politiknya, politisasi hukum untuk memukul lawan bukan prototype Prabowo. Ini lebih menunjukkan ciri khas Jokowi. Ia dikenal sebagai authoritarian legalism atau pemimpin otoriter yang mendasarkan kekuasaannya pada rekayasa hukum.

Mengingat Jokowi masih berkuasa di pemerintahan Prabowo-Gibran melalui penempatan para loyalisnya di berbagai kementerian dan lembaga-lembaga strategis, termasuk di Kejaksaan Agung, maka bukan tidak mungkin isu Lembong merupakan manuver Jokowi untuk mendelegitimasi pemerintahan.

Mengapa Lembong yang dipilih sebagai korban? Dan apa motifnya?

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button