Resep Dokter kepada Pasiennya: “Tamu Tidak Boleh Bermukim Lebih dari Tiga Hari”
Intelektual dan penulis Islam asal Mesir, Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, dalam bukunya “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia” menulis, perwakafan dalam peradaban Islam memiliki keistimewaan karena keragaman dan pemerataannya.
Menurut As-Sirjani, sistem perwakafan Islam membuktikan keunikan peradaban Islam dibandingkan yang lain, yang telah memperkenalkan berbagai mekanisme yang beragam dan belum pernah dikenal dunia sebelumnya bagi umat Islam maupun non-muslim demi terciptanya jaminan sosial, saling mencurahkan cinta dan kasih sayang, dan demi kebangkitan peradaban Islam.
Salah satu peran signifikan wakaf adalah dalam bidang kesehatan. Hal ini terjadi sejak abad pertama Hijriyah.
Orang pertama yang mewakafkan rumah sakit untuk para penderita sakit adalah khalifah dari Bani Umayyah Al-Walid pin Abdul Malik: dimana ia membangun sebuah rumah sakit di Damaskus dan kemudian didermakan untuk orang-orang yang menderita sakit.
Al-Walid memperlihatkan perhatian khusus kepada para penderita kusta dan melarang mereka untuk meminta-minta. Ia juga mewakafkan sebuah tempat untuk persinggahan mereka dan memberikan subsidi rutin kepada mereka. Di samping itu, ia juga memerintahkan kepada setiap orang yang cacat untuk diberikan seorang pembantu dan mereka yang sedang buta mendapat seorang penunjuk jalan.
Di antara rumah sakit wakaf yang terpenting di Baghdad adalah rumah sakit Al-Adhadi. Rumah sakit ini dibangun oleh tokoh-tokoh terkemuka dalam pemerintahan Al-Buwaihi di Baghdad tahun 366 H/976 M, yang terletak di sebelah Barat Daya kota Baghdad.
Rumah sakit ini ditangani oleh 24 dokter yang membuktikan luas dan banyaknya spesialisasi yang dimilikinya. Dalam rumah sakit ini terdapat banyak perwakafan, yang di antaranya: pengobatan gratis bagi seluruh warga, dimana seorang pasien mendapatkan perawatan yang sangat memuaskan baik dari segi pemberian pakaian yang baru dan bersih, makanan yang beraneka ragam, lezat dan bergizi, maupun obat-obatan yang harus dikonsumsi, dan setelah si pasien sembuh diberikan biaya untuk perjalanan pulang agar dapat sampai ke rumahnya.
Perhatian dan pelayanan rumah sakit wakaf ini sangatlah tinggi, maju, dan berkelas terhadap para pasiennya. Hingga kita mendapati beberapa orang yang tidak merasa malu berpura-pura sakit karena ingin masuk rumah sakit ini dan mendapatkan pelayanannya. Karena mereka yakin akan mendapatkan pelayanan dan perawatan yang memuaskan dengan menu-menu makanan yang menggugah selera dan bergizi. Seringkali para dokter mengerdipkan mata mereka setelah mengetahui kepura-puraan ini.
Dan itu bukan hanya di Baghdad. Pakar sejarah yang kondang, Khalil Syahin Azh-Zhahiri, menceritakan, ia pernah berkunjung ke salah satu rumah sakit di Damaskus tahun 831 H/1427 M. Ia mengaku belum pernah melihat rumah sakit semegah dan senyaman itu pada masanya.
Kebetulan ia mendapati seseorang yang berpura-pura sakit di rumah sakit ini. Lalu sang dokter menuliskan resep kepadanya setelah hari ketiga sejak kedatangannya di rumah sakit tersebut, “Tamu tidak boleh bermukim lebih dari tiga hari.”
(Shodiq Ramadhan)