Rezim Ingkar Janji, Layak Diakhiri
Kebebasan pers pun dibungkam oleh rezim ini. Kebebasan berpendapat yang dibilang sebagai hak yang harus dijaga oleh demokrasi nyatanya justru dinodai oleh rezim ini. Terbukti banyak penangkapan kepada ulama, takoh, bahkan hanya sekedar ibu rumah tangga yang berani mengkritik rezim. Maka sangat layak kalau dikatakan rezim ini adalah rezim anti kritik. Rezim ini bahkan menorehkan prestasi miris berupa kriminalisasi ulama. Lalu di tahun 2017, terbitlah Perppu No. 2 mengenai organisasi kemasyarakatan. Perppu ini menjadi kekuatan hukum baru untuk menghukum ormas. Perppu tersebut pada kenyataannya justru terasa seperti mencabut hampir semua perlindungan hukum bagi sebuah kebebasan berserikat.
Di ranah akar rumput, tindak represif aparat terhadap gerakan #2019gantipresiden terlihat jelas. Sejak pertengahan 2018, polisi seringkali menyita barang dagangan yang berbau #2019gantipresiden dari penjual. Bahkan terkadang pengguna atribut #2019gantipresiden mendapat intimidasi dari polisi. Menko Polhukam Luhut Pandjaitan berpendapat bahwa kegiatan #2019gantipresiden memang harus dilarang, karena dapat memicu konflik sosial serta chaos antara pendukung pro-pemerintah dan oposisi. Inilah rezim yang dahulu “dicitrakan” dengan rezim pro rakyat, nyatanya justru menjadi rezim yang anti rakyat, tidak memihak kepada rakyat, bahkan bisa dikatakan sebagai rezim represif.
Maka wajar kalau banyak analisa dari tokoh nasional yang menyatakan bahwa rezim ini adalah “rezim ingkar janji”. Islam memandang berjanji adalah mubah, sementara hukum menepati janji itu adalah wajib. Sehingga jika melanggar janjinya, maka adalah suatu keharaman dan bentuk kezaliman yang telah dilakukannya. Allah SWT berfirman: “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An-Nahl: 91).
Inilah ironi dari rezim yang hidup di era demokrasi. Kenapa saya bilang demikian? Pemimpin akan sangat dipengaruhi oleh sistem apa yang ia gunakan untuk memimpin. Ketika sistem kepitalisme yang digunakan, maka pengaruh para pemilik modal akan sangat berpengaruh kepada kebijakan yang ditelorkan oleh pemimpin. Meski, karakter pemimpin sendiri sangat penting dalam memimpin suaru negara. Pemimpin yang amanah pasti akan berupaya untuk melaksanakan segala janji dan amanahnya dalam mengurusi rakyat. Sepatutnya seorang pemimpin memberikan contoh yang baik pada orang yang dipimpinnya dalam merealisasikan sebuah janji. Sebab ia akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah atas sumpah yang telah diucapkan.
Di antara ajaran Islam tentang karakter pemimpin adalah menepati janji, terlebih janji adalah hal yang sering dilontarkan para pemimpin. Janji memberikan harapan, semangat perjuangan, dan tuntutan. Allah SWT berfirman, “Dan tunaikanlah janji, sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 34). Maka seorang pemimpin harus berupaya menepati janji, baik janji perorangan maupun kelompok (rakyat). Sehingga jika ia tidak memenuhinya, maka ia termasuk orang-orang zalim yang telah ingkar terhadap sumpahnya.
Seorang pemimpin harus berupaya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pengatur urusan rakyat. Sebab, ia menyadari betul akan sabda yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia betanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Al-Bukhari).
Penguasa yang memahami tanggung jawabnya tentu akan sangat berhati-hati dalam semua tindakan, kebijakan dan ucapannya. Dia tidak akan mudah menebar harapan dan janji. Sebab dia tahu semua itu harus dia pertanggungjawabkan di akhirat, di hadapan Allah SWT. Dia sadar kalau dia menjanjikan sesuatu tetapi tidak ditepati, pasti dia akan sengsara di akhirat. Jika dia menjanjikan akan melakukan sesuatu, namun nyatanya tidak dia lakukan, atau menjanjikan tidak akan melakukan sesuatu, tetapi justru dia lakukan, niscaya dia tidak akan luput dari ancaman Allah SWT.