Rilis Daftar Mubalig, Apa yang Dilakukan Negara ini pada Umat Islam?
Kementerian agama (Kemenag) baru merilis 200 nama mubalig atau penceramah sebagai upaya memudahkan masyarakat dalam memilih penceramah yang dibutuhkan. Alasannya, selama ini Kemenag sering dimintai rekomendasi mubalig oleh masyarakat. Permintaan itu semakin meningkat, sehingga Kemenag merasa perlu untuk merilis daftar nama mubalig.
Pemilihan 200 nama tersebut berdasarkan tiga kriteria. Pertama, mubalig yang mempunyai keilmuan agama mumpuni. Kedua, mempunyai reputasi baik. Ketiga, terakhir mubalig yang berkomitmen kebangsaan tinggi. Namun, setelah merilis nama tersebut timbul pro kontra dari berbagai pihak masyarakat. Karena memang nama-nama yang termasuk dalam daftar tersebut kebanyakan justru bukan ulama-ulama yang memang dikenal umat, malah ada yang ditengarai menyebar paham sipilis (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) yang telah dilabeli fatwa haram oleh MUI.
Jika dalam kriteria pertama bahwa mubalig itu punya keilmuan agama yang mumpuni, maka apakah ulama-ulama selain 200 ulama tidak memiliki keilmuan agama yang mupuni? Lantas Ustaz Abdul Somad misalnya, apakah ilmu beliau dinilai kurang mumpuni sehingga tidak dimasukkan daftar? Jika memang kriteria kedua adalah mempunyai reputasi yang baik dimata masyarakat maka masyarakat yang mana yang dimaksud sehingga hanya ada 200 nama itu saja? Apakah ulama-ulama yang lain tidak memiliki reputasi yang baik? Dari kedua kriteria diatas saja sudah menunjukkan keanehan dan banyak menimbulkan kecurigaan. Wajar bila warga negara Indonesia muslim rame gaduh karena daftar ini. Sungguh, pada dasarnya daftar ini hanya menimbulkan rasa sakit dan kekesalan pada banyak kalangan kaum muslimin negeri ini. Bukan mempersatukan, malah mengotakkan.
Dalam bulan Ramadhan seperti ini, maka suasana Ramadhan harusnya dipenuhi dengan suasana ibadah dan taqarrub kepada Allah. Pemimpin itu seharusnya mendorong rakyatnya agar senantiasa meningkatkan ibadah dan memperbanyak amal kebaikan. Bukan bertindak zalim kepada rakyatnya. Adanya 200 nama mubalig justru akan membuat pecah belah umat, sebagian ulama ditinggikan sebagian yang lain direndahkan. Padahal, ulama punya kedudukan yang sama sebagai pewaris para nabi. Ulama yang menjadi penerang umat dalam menjalani kehidupan bagaimana agar sesuai dengan syariat-Nya. Ulama-ulama yang lurus beramar makruf nahi mungkar, sejatinya mereka semua harus dirangkul dan didukung untuk mengkhusyukkan Ramadan ini, bahkan untuk menyelamatkan negeri ini.
Sebagaimana dinyatakan di dalam QS al-Baqarah: 183, hikmah pelaksanaan puasa adalah untuk membentuk pribadi-pribadi yang bertakwa. Takwa dalam arti yang sebenarnya yakni melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Ini akan bisa terjadi hanya jika Negara membentuk lingkungan yang kondusif dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dengan cara mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam Islam negara juga bertugas untuk menjadikan masyarakat Muslim menjadi masyarakat yang baik sekaligus mampu menjadi pengontrol prilaku setiap individu-individunya. Hal itu bisa terjadi jika syariat Islam diterapkan dalam mengatur masyarakat. Dengan begitu maka menjadi pribadi bertakwa sebagaimana yang ingin diraih dalam bulan Ramadhan ini akan tercapai. Upaya ini harus serius dilakukan oleh seluruh kalangan umat Islam, termasuk para ulama, dengan dukungan dan fasilitas dari negara yang berasas ilahiyah. Dengan begitu, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur akan menjadi sebuah kondisi yang melingkupi negeri ini, dimulai dari Ramadan karim saat ini.
Elda Widya Indriah K.
Mahasiswi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga