Saat Para Miliarder Memborong Lahan, Kita Wakafkan untuk Umat

Beberapa tahun terakhir, dunia menyaksikan fenomena menarik: para miliarder dunia, mulai dari Bill Gates, Jeff Bezos, hingga taipan-taipan Arab dan Asia berbondong-bondong membeli lahan pertanian. Di Amerika Serikat, Bill Gates bahkan menjadi pemilik lahan pertanian terbesar. Di Indonesia, sejumlah konglomerat pun mulai membangun portofolio besar dalam sektor agribisnis.
Apa yang mereka kejar?
Jawabannya sederhana namun strategis: pangan adalah kekuatan masa depan. Mereka menyadari bahwa dalam dunia yang tidak pasti, siapa yang menguasai pangan, dialah yang menguasai manusia. Lahan subur, air bersih, dan pasokan makanan akan menjadi instrumen kekuasaan yang lebih dahsyat dari senjata atau uang digital sekalipun.
Umat Islam Tidak Boleh Diam
Dalam situasi ini, kita sebagai umat Islam tidak boleh hanya menjadi penonton. Terlalu sering kita hanya menjadi pasar, bukan produsen. Terlalu lama kita menjadi penerima, bukan pengelola. Padahal Islam memiliki instrumen luar biasa yang telah terbukti sepanjang sejarah: wakaf produktif.
Dahulu, wakaf tidak hanya membangun masjid dan makam, tetapi juga sistem irigasi, kebun kurma, lahan pertanian, bahkan rumah sakit dan pasar. Semua dibangun dan dikelola dengan wakafātanpa riba, tanpa spekulasi, tanpa kapitalisasi berlebihan. Wakaf adalah ruh ekonomi Islam yang membebaskan, bukan memperbudak.
Wakaf Produktif Pertanian: Solusi Abadi
Hari ini, sudah saatnya umat Islam kembali menghidupkan wakaf produktif, khususnya dalam bentuk pertanian. Bukan hanya karena Indonesia negara agraris, tetapi karena pertanian adalah poros kemandirian umat.
Bayangkan jika tanah-tanah yang selama ini menganggur, diwariskan tanpa arah, atau hendak dijual karena desakan ekonomi, diwakafkan untuk pertanian produktif. Dikelola oleh koperasi syariah, pesantren, atau komunitas dakwah. Digarap oleh petani binaan. Didistribusikan melalui jaringan umat.
Maka akan lahir sistem ekonomi pangan berbasis wakaf yang tidak bisa dijual atau diwariskan ke pemodal, tidak tunduk pada pasar global yang eksploitatif dan tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi keberkahan sosial.
Dari Lahan Subur Menuju Surga
Inilah saatnya kita menyatakan: āMereka membeli dunia, kita menanam akhirat.ā Tapi bukan berarti kita kehilangan dunia. Justru dengan mewakafkan tanah dan mengelola pertanian secara produktif, kita membuka jalan pemberdayaan petani dan santri, subsidi pangan untuk dhuafa, pembiayaan pendidikan dan dakwah secara mandiri serta kemandirian ekonomi umat, satu kampung demi kampung.
Bangkit dari Akar, Bergerak Bersama
Saat ini, gerakan wakaf produktif mulai digaungkan kembali oleh berbagai lembaga umat, termasuk koperasi, yayasan, dan komunitas dakwah. Kami di Koperasi Syariah 212, bersama jaringan seperti MATTAQU dan Yayasan Semangat Indonesia Berwakaf, mengajak seluruh umat untuk:
- Mewakafkan tanah, alat produksi, atau hasil panen
- Membangun pertanian wakaf yang profesional dan berdaya guna
- Mendistribusikan hasilnya melalui jalur ekonomi umat
Jika para pemilik modal memborong lahan untuk memperkuat posisi mereka di masa depan, maka kita wakafkan lahan untuk memperkuat umat di dunia dan akhirat.
Penutup
Umat Islam tak butuh menjadi konglomerat untuk bisa kuat. Kita hanya perlu bersatu, berwakaf, dan bergerak bersama. Karena sejatinya, bukan yang terbanyak yang menang, tapi yang paling berkah, yang akan bertahan.
Catatan Redaksi:
Bagi pembaca Suara Islam yang ingin berkontribusi dalam gerakan wakaf produktif pertanian, silakan menghubungi jaringan koperasi, komunitas dakwah, atau nazhir wakaf terpercaya di wilayah Anda. Mulailah dari 1 meter tanah, insyaAllah bisa menjadi ladang amal tanpa putus.
Dr. Firmanullah Firdaus, S.E., M.Kom, CWC
Ketua Umum Koperasi Syariah 212 | Pendiri MATTAQU