San Suu Kyi Bantah Tuduhan Genosida Rohingya
Den Haag (SI Online) – Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi membantah “niat genosida” terhadap etnis Rohingya. Ia mengatakan hal itu saat membela operasi militer Myanmar di pengadilan internasional (ICJ) Denhaag, Belanda.
Myanmar diseret ke pengadilan internasional oleh Gambia atas tindakan keras berdarah militer pada 2017 di mana ribuan orang terbunuh dan sekitar 740.000 Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Berpidato di depan para hakim di Den Haag, Suu Kyi mengakui bahwa tentara Myanmar mungkin menggunakan kekuatan yang tidak proporsional. Namun, menurutnya, itu tidak dapat membuktikan bahwa pihaknya berusaha untuk memusnahkan kelompok minoritas tersebut.
“Sangat disesalkan Gambia telah menempatkan di hadapan pengadilan gambar yang menyesatkan dan tidak lengkap tentang situasi di negara bagian Rakhine,” kata Suu Kyi, yang mengenakan pakaian tradisional Myanmar dan bunga di rambutnya, kepada pengadilan.
San Suu Kyi mengklaim, tentara Myanmar melakukan operasi militer sebagai tanggapan atas serangan oleh ratusan pejuang Rohingya pada 2017.
“Tidak dapat dikesampingkan bahwa kekuatan yang tidak proporsional digunakan oleh anggota dinas pertahanan dalam beberapa kasus dengan mengabaikan hukum humaniter internasional, atau bahwa mereka tidak cukup membedakan antara pejuang dan warga sipil,” ujarnya seperti dikutip dari Asian Correspondent, Rabu (11/12/2019).
Tetapi dia mengatakan bahwa Myanmar sedang melakukan penyelidikan sendiri. “Tentunya dalam keadaan niat genosida tidak bisa menjadi satu-satunya hipotesis,” imbuhnya.
Gambia, yang sebagian besar Muslim, menuduh Myanmar telah melanggar konvensi genosida 1948 dan telah meminta pengadilan untuk mengambil tindakan darurat untuk menghentikan kekerasan lebih lanjut.
Penyelidik PBB tahun lalu menyimpulkan bahwa perlakuan Myanmar terhadap Rohingya sama dengan genosida sementara kelompok hak asasi manusia telah merinci katalog dugaan pelanggaran.
Sementara itu Myanmar juga menghadapi sejumlah tantangan hukum atas nasib Rohingya, termasuk penyelidikan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) – pengadilan kejahatan perang terpisah di Den Haag – dan gugatan yang diajukan Argentina secara pribadi menyebut Suu Kyi.
Pengadilan Internasional (ICJ) sendiri tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan hukum, tetapi keputusannya bersifat final dan memiliki bobot hukum yang signifikan.
Hakim ICJ hanya pernah satu kali memutuskan bahwa genosida dilakukan, dalam pembantaian Srebrenica 1995 di Bosnia.
Reputasi internasional Suu Kyi telah ternoda oleh aksi bisunya atas keadaan buruk Rohingya, dan pembelaannya terhadap para jenderal yang sama yang pernah membuatnya menjadi tahanan rumah. Ini membuat sejumlah pihak menuntut agar Hadiah Nobel Perdamaian yang diterimanya ditarik, sementara Kanada mencabut kewarganegaraan kehormatannya.
red: Asyakira
sumber: sindonews.com